Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komentar Penjual Mobil Bodong soal Aturan Blokir dan Penghapusan Data STNK

Kompas.com - 15/01/2020, 10:32 WIB
Ruly Kurniawan,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mulai menerapkan peraturan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 74 terkait penghapusan identifikasi dan registrasi kendaraan bermotor.

Sebagai langkah awal, Direktur Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korlantas Polri Brigjen Pol Halim Pagarra menjelaskan, kebijakan ini bakal diterapkan di wilayah hukum Polda Metro Jaya dan sekitarnya.

"Wilayah lain digencarkan lagi sosialisasinya. Kita sudah lakukan sosialisasi sejak dua tahun belakangan," katanya kepada Kompas.com, di Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Baca juga: Blokir STNK yang Mati 2 Tahun Resmi Berlaku, Kendaraan Jadi Barang Rongsokan

Kabagops Polres Metro Bekasi Kota, AKBP Aslan Sulastono mengatakan Polres Metro Bekasi Kota Sita 155 motor Bodong di Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat (BPKM) Komsen Kota Bekasi, Jumat (25/8/2017). KOMPAS.COM/Anggita Muslimah Kabagops Polres Metro Bekasi Kota, AKBP Aslan Sulastono mengatakan Polres Metro Bekasi Kota Sita 155 motor Bodong di Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat (BPKM) Komsen Kota Bekasi, Jumat (25/8/2017).

Meski demikian, penjual mobil bekas bodong atau data identifikasi dan registrasinya sudah dihapus, tidak begitu khawatir. Ditemui di kawasan Cipinang, salah satu penjual yang enggan disebutkan namanya, menyebut aturan itu tidak akan bisa diterapkan secara optimal.

"Ini sudah lama sebenarnya dikeluarkan wacana tersebut, tapi tidak ada action sama sekali. Jadi kami rasa, tidak akan bisa diterapkan secara optimal. Bisa dikatakan, tidak terlalu khawatir," katanya.

Baca juga: Polisi Sedang Siapkan Alat untuk Menghancurkan Kendaraan yang Diblokir

Penjual lainnya yang berdomisili di Jakarta Selatan, juga berpendapat sama. Mengingat, Indonesia tidak memiliki alat untuk daur ulang besi tua atau barang bekas.

"Kalau mobil atau motor bodong itu disita, lalu mau diapakan? Kan belum ada yang tau. Kalau ditumpuk, mau di mana tempatnya. Jadi untuk menerapkan aturan itu, masih butuh waktu dan persiapan panjang," katanya yang juga minta identitasnya dirahasiakan.

"Harapan kami, pemangku kepentingan memberikan solusi dan kepastian seperti apa," ujar dia lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau