Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draft Perpres Kendaraan Listrik Belum Nasionalis!

Kompas.com - 23/08/2017, 07:42 WIB
Ghulam Muhammad Nayazri

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Peraturan Presiden tentang Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Untuk Transportasi Jalan, draft I atau versi terbarunya sudah disosialisasikan. Perpres ini pada 24 Agustus 2017 nanti masih akan dibicarakan kembali di Bali, sebelum ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Namun, draft pembaruan yang sedikit lagi final ini juga masih terbaca belum memihak pemain lokal yang menggantungkan hidup pada bisnis otomotif. Bukan tidak mampu bersaing dengan perusahaan asing, hanya saja butuh sedikit dukungan dan keberpihakan dari pemerintah sendiri dan tidak di anak tirikan.

Muhammad Nur Yuniarto, Peneliti Kendaraan Listrik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menuturkan, rancangan Perpres ini secara umum memiliki tujuan baik, tetapi ruhnya masih sangat kental dengan nuansa kalau Indonesia, hanya akan dijadikan pasar dan basis produksi kendaraan listrik merek asing.

Baca juga : Nekat Beri Insentif Motor Listrik CBU, Bunuh Bangsa Sendiri

“Ini sangat bertentangan dengan fakta yang ada, kalau kami (anak bangsa) sudah berhasil melakukan penelitian dan pengembangan kendaraan listrik sendiri. Mestinya ini juga menjadi perhatian serius dari pemerintah, jangan sampai hasil R&D anak bangsa menjadi sia-sia,” ujar Yuniarto, Selasa (22/8/2017).

R&D Lokal Masuk Unsur TKDN

Salah satu rekomendasi Yuniarto yang bisa ditambahkan dalam Perpres adalah tambahan Ayat mengenai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Formula TKDN harus diubah dengan memasukkan komponen kegiatan R&D dalam negeri dan hasilnya dalam perhitungan TKDN.

Ini dimaksudkan untuk beberapa hal, seperti sebagai perangsang lembaga R&D dan perguruan tinggi untuk melakukan penelitian yang hasilnya bisa dan harus dimanfaatkan industri. Kemudian Membuat perusahaan otomotif multinasional harus melakukan R&D di sini dengan menggunakan SDM asli Indonesia, sehingga transfer teknologinya dapat lebih cepat.

Lalu pemberian fasilitas atau insentif, yang harus didasarkan pada skor angka TKDN dengan formula baru. Penghitungan TKDN harus segera diatur dan ditetapkan, di mana komponen TKDN untuk hasil R&D di Indonesia adalah 30 persen.

Mobil listrik karya Mahasiswa Universitas Jember, berhasil menjadi Juara Umum I Nasional, saat di Politehnik Negeri Bandung. Tampak Rektor Universitas Jember, Moch Hasan mencoba kendaraan listrik buatan mahasiswanya tersebut, Kamis (31/10/13)KOMPAS.com/ Ahmad Winarno Mobil listrik karya Mahasiswa Universitas Jember, berhasil menjadi Juara Umum I Nasional, saat di Politehnik Negeri Bandung. Tampak Rektor Universitas Jember, Moch Hasan mencoba kendaraan listrik buatan mahasiswanya tersebut, Kamis (31/10/13)

Proteksi Merek Dalam Negeri

Yuniarto yang juga Kepala Proyek Gesits (calon skuter listrik nasional) ini juga menuturkan, kalau pemerintah tidak seharusnya fokus ke industri komponen atau pendukung kendaraan listrik saja, tapi juga harus berani untuk menumbuhkan industri integrator atau pemilik merek nasional di bidang kendaraan listrik.

Baca juga : Jangan Harap Motor Listrik “CBU” Dapat Insentif

“Karena industri integrator ini yang nantinya akan menjadi lokomotif bagi industri komponennya. Kalau pemerintah hanya memperhatikan itu saja, maka peristiwa gulung tikarnya industri komponen otomotif konvensional (Koperasi Industri Komponen Otomotif dan Paguyuban Industri Komponen Otomotif) akan terulang di industri kendaraan listrik ini,” ucap Yuniarto.

“Merek asli nasional juga harus mendapatkan perhatian dari pemerintah, karena itu akan menjadi cikal bakal ketahanan industri otomotif nasional. Perusahaan multinasional maupun nasional yang mau menggunakan hasil penelitian dan pengembangan dari lembaga litbang dan Perguruan Tinggi Nasional (PTN) pun harus mendapatkan insentif, misalnya tax holiday,” ujar Yuniarto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com