JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya peredaran motor Harley-Davidson tanpa dokumen resmi atau bodong masih menjadi perhatian di Indonesia.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat umum, tetapi juga di lingkungan pejabat dan aparat negara.
Menurut Raka Herza, Direktur Anak Elang Harley-Davidson, sebagai diler resmi, pihaknya hanya bisa memberikan edukasi kepada pelanggan mengenai risiko memiliki motor tanpa dokumen lengkap.
Baca juga: Pameran Mobil di Mal, Begini Video Proses Masuk dan Keluar Mobilnya
"Kita sebagai penjual hanya bisa mengedukasi pelanggan mengenai risiko dan kerugian yang bisa mereka alami kalau menggunakan motor bodong. Selain itu, kami juga menjelaskan keuntungan menggunakan motor dengan dokumen resmi atau full paper, karena perbedaannya sangat signifikan," kata Raka di Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).
Meski begitu, keputusan akhir tetap ada di tangan pembeli. Raka menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa mengontrol pilihan pelanggan yang memutuskan membeli motor tanpa surat-surat resmi.
"Namun, keputusan tetap ada di tangan mereka. Jika mereka memilih motor bodong, itu di luar kendali kami. Pada akhirnya, wewenang untuk menindak atau menentukan legalitas kendaraan tetap berada di pihak kepolisian," ujarnya.
Sebagai dealer resmi Harley-Davidson di Indonesia, Anak Elang Harley-Davidson juga memiliki kebijakan tegas untuk tidak menerima servis motor bodong.
"Di tempat kita, hanya motor dengan dokumen resmi yang bisa mendapatkan layanan servis. Ini demi menjaga standar kualitas dan memastikan keabsahan kendaraan yang kami tangani," ujar Raka.
Motor bodong memiliki risiko tinggi, baik dari sisi hukum maupun keamanan. Jika terjaring razia, maka kendaraan tersebut bisa disita oleh pihak berwenang.
Selain itu, pemiliknya juga tidak bisa mendapatkan layanan servis di bengkel resmi, sehingga kesulitan dalam perawatan dan perbaikan.
Peredaran moge ilegal di Indonesia kerap terjadi akibat jalur importasi yang tidak sesuai prosedur.
Untuk itu, pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan terus memperketat pengawasan serta menindak tegas para pelaku yang menjual atau menggunakan motor tanpa dokumen resmi.
Secara hukum, mengoperasikan kendaraan tanpa dokumen resmi melanggar Pasal 288 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang menyatakan bahwa pengendara yang tidak dapat menunjukkan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) yang sah dapat dikenakan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000.
Baca juga: Begini Penanganan Pertama Setelah Mobil Melewati Banjir
Selain itu, transaksi jual beli kendaraan tanpa dokumen kepemilikan yang sah dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan berpotensi menimbulkan risiko pidana bagi pihak yang terlibat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.