JAKARTA, KOMPAS.com - Mobil Low Cost Green Car (LCGC) pertama kali hadir pada 2013, sejak saat itu mobil di segmen ini menjadi salah satu pilihan favorit masyarakat Indonesia.
Dengan harga terjangkau dan konsumsi bahan bakar yang efisien, mobil jenis ini menawarkan kemudahan bagi banyak orang untuk memiliki kendaraan pribadi.
Baca juga: Modifikasi Toyota Land Cruiser Jadi Kekar, Siap Terjang Banjir
Namun, ada satu isu yang sering mencuat terkait mobil LCGC yaitu perilaku ugal-ugalan pengemudi di jalan raya.
View this post on Instagram
Ada beberapa alasan yang mungkin menjelaskan mengapa mobil LCGC sering diasosiasikan dengan perilaku ugal-ugalan.
Pertama, banyak pengemudi LCGC yang masih minim pengalaman. Sebagian besar mobil LCGC terjual kepada pembeli pertama, di mana masuk kategori pengemudi pemula yang belum memiliki banyak jam terbang di jalan raya
Faktor ini kemudian dikombinasikan dengan kecenderungan pengemudi muda yang lebih berani dan dapat memicu gaya mengemudi yang kurang hati-hati atau bahkan agresif.
Baca juga: Mobil Jeblos ke Selokan karena Banjir, Pengemudi Wajib Waspada
Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengungkapkan bahwa secara umum dirinya setuju bahwa mayoritas pengemudi mobil LCGC berperilaku tidak aman di jalan.
"Tentang pengemudi LCGC amburadul perlakunya di jalan iya, sebab mayoritas ialah orang yang migrasi dari moda sepeda motor ke mobil atau roda dua ke roda empat," kata Jusri kepada Kompas.com, Kamis (30/1/2025).
Jusri menilai gaya berkendara yang kerap dikeluhkan itu karena pengemudi LCGC masih terbawa dengan gaya mengemudi motor.
"Kita tahu rata-rata pengemudi roda dua ditu bebas, meliuk suka-suka dari kiri ke kanan karena bodi motor kan kecil. Gara-gara kelincahan dan agresifitas mereka yang sudah menahun dan saat pindah ke roda empat gaya itu terbawa," ujarnya.
Baca juga: Mencegah Pelek dari Karat Setelah Terkena Air Banjir
Selain itu, mobil LCGC sering dianggap memiliki performa yang lebih rendah dibandingkan mobil kelas menengah ke atas.
Pengemudi yang merasa mobilnya kurang bertenaga berusaha mengemudikan kendaraan dengan cara yang lebih agresif untuk "mengejar" kecepatan, sehingga menimbulkan kesan ugal-ugalan.
"Visualisasi itu jadi hal umum di jalan, meski tak semua bahwasanya LCGC itu orang-orang yang pendapannya rendah tapi banyak juga yang mapan tapi di rumah ada LCGC buat kendaraan sehari-hari, tapi mayoritas (pengemudi) baru dan terbawa dari gaya roda dua," ujarnya.
Baca juga: Ganjil Genap Jakarta Kembali Berlaku Hari Ini
"Itu sebetulnya bukan salah LCGC, sebelumnya waktu zaman Avanza-Xenia (2003) hadir, itu juga nge-boom, semua orang komplain pengemudinya kacau, gaya motor selalu dibawa," katanya.
Budiyanto, pemerhati masalah transportasi dan hukum mengatakan, mengenai perilaku pengemudi LCGC yang dianggap kerap sembrono pada dasarnya tidak paham dengan aturan di jalan raya.
"Intinya orang beraktivitas di jalan harus paham dan melaksanakan etika dan tata cara berlaku yang benar untuk menghindarkan dari anggapan arogansi dan lain sebagainya," ujar Budiyanto kepada Kompas.com, Kamis (30/1/2025).
Baca juga: Profil Tjhai Chui Mie, Wali Kota Perempuan Tionghoa Pertama di Indonesia, Kembali Pimpin Singkawang
Budiyanto menyebut sikap dan perilaku mengemudi yang agresif dapat menimbulkan kesalahpahaman bahkan bisa berakhir dengan tindakan kekerasan.
"Sebagai seorang pengemudi yang baik dalam situasi apapun akan mampu untuk mengendalikan diri, sebab pada umumnya akan berujung pada perbuatan melawan hukum di luar hukum lalu-lintas," katanya.
Mengungkap perilaku ugal-ugalan pengemudi LCGC, penyebabnya, dan pentingnya etika berkendara di jalan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.