SOLO, KOMPAS.com - Kecelakaan yang melibatkan kendaraan besar seperti truk secara tidak langsung memperlihatkan kurangnya kemampuan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan. Hal ini terjadi karena banyak sopir yang berasal dari latar belakang kendaraan kecil, seperti mobil penumpang.
Alhasil belum sepenuhnya menguasai teknik mengemudi truk besar yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi, terutama dalam hal pengereman, manuver, dan pengendalian beban berat.
Baca juga: Benarkah Memutar Setir Sampai Mentok Merusak Power Steering?
Tire & Rim Consultant dan Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan DIY Bambang Widjanarko mengatakan, karena kelangkaan sopir di truk besar dia naik pangkat dengan cepat.
“Dari colt diesel sudah naik pangkat dengan cepat karena kelangkaan sopir. Padahal sopir yang tidak menguasai kendaraan besar mengeremnya tekniknya beda sekali dengan colt diesel,” ucap Bambang kepada Kompas.com, Rabu (22/1/2025).
Bambang mengatakan, karena kelangkaan sopir truk banyak bekas pengemudi mobil penumpang yang menjadi sopir truk karena asal memiliki SIM.
Akibatnya, banyak sopir truk yang belum memiliki pemahaman yang mendalam tentang teknik mengemudi kendaraan besar, sehingga berisiko meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas.
Sebelumnya, Bambang juga mengatakan, pekerjaan sopir truk bukan salah satu impian orang di Indonesia. Berbeda halnya dengan di Amerika atau Eropa, ada orang dari kecil bercita-cita jadi sopir truk.
“Di sana, sopir truk digambarkan sebagai sosok pahlawan, baik, melayani masyarakat, bersih dan santun,” ucapnya.
Baca juga: Wujud Hyundai Staria Electric Kembali Bocor ke Publik
Sedangkan di Indonesia, sopir truk kerap dikonotasikan sebagai orang yang tidak punya pilihan pekerjaan lain. Bahkan menurut Bambang, sopir truk di Indonesia kerap dianggap sebagai orang yang tidak berpendidikan.
Bahkan ada anggapan kurangnya dukungan pemerintah dalam menyediakan lembaga pendidikan sopir. Oleh karena itu, banyak sopir truk yang berawal dari kernet, bukan dari lembaga pelatihan.
“Karena bukan menjadi pekerjaan impian, makanya yang jadi sopir itu orang-orang yang seadanya saja. Misalnya orang nganggur terus jadi kernet, nanti diajarin sama sopir buat maju-mundur, nanti di jalan disuruh gantiin sopir,” kata Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.