JAKARTA, KOMPAS.com - Stagnasi pasar mobil di Indonesia selama satu dekade menunjukkan adanya masalah mendalam dan kompleks.
Pasalnya, pada periode yang sama, pabrikan telah merilis produk dan model terbaiknya.
Bahkan selama 2024, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), total penjualan hanya mencapai 865.723 unit.
Baca juga: Daftar Low SUV Terlaris di Sepanjang 2024
Sementara itu, tahun sebelumnya tidak pernah melebihi 1,3 juta unit sejak 2014.
Ekonom Senior, Raden Pardede, mengungkapkan bahwa berkurangnya jumlah masyarakat di kelas menengah menjadi salah satu penyebab utama. "Teman-teman mungkin melihat apa yang dilaporkan BPS waktu itu. Tahun 2019 sampai dengan 2024 ada 9,48 juta masyarakat kelas menengah berkurang secara signifikan," ujarnya di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Menurutnya, keluarga kelas menengah, yang berbelanja antara Rp 2 juta hingga Rp 9,9 juta per individu tiap bulan, adalah konsumen utama yang mampu membeli mobil dan rumah. "Jadi kalau satu keluarga kali empat orang, berarti pengeluaran antara Rp 8 juta hingga Rp 40 jutaan kira-kira. Maka keluarga inilah yang mampu mencicil mobil maupun mencicil rumah," katanya. "Jadi kelas menengah inilah sebetulnya yang menjadi engine atau motor daripada perekonomian. Karena kemampuan belanja mereka sangat besar sekali," jelas Raden.
Selain itu, produktivitas tenaga kerja yang stagnan pasca pandemi juga turut memengaruhi daya beli masyarakat. "Jika labor produktivitasnya lebih rendah daripada kenaikan inflasi, berarti terjadi deteriorasi (penurunan) dari daya beli," jelas Raden.
Ketika produktivitas tidak sebanding dengan inflasi, banyak keluarga lebih memilih mengalokasikan pengeluaran mereka untuk kebutuhan pokok dan transportasi umum.
Mobil bekas yang lebih terjangkau menjadi alternatif pilihan.
Baca juga: Ini Kriteria Mobil Hybrid yang Dapat Insentif PPnBM DTP
Raden juga menambahkan, penurunan kelas menengah berdampak langsung pada penurunan daya beli yang menghambat pertumbuhan pasar mobil.
Melambatnya pertumbuhan PDB per kapita, inflasi tinggi, nilai tukar mata uang asing, suku bunga, dan keterbatasan pembiayaan juga turut memengaruhi kinerja penjualan kendaraan. "Jadi bagaimana supaya masyarakat kelas menengah kita banyak, bagaimana supaya pekerjaan kita makin bagus dengan gaji yang bagus. Itulah sebetulnya inti daripada kenapa terjadi stagnasi dari penjualan mobil," tutup Raden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.