TANGERANG, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) masih belum dapat memastikan nasib pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada mobil hybrid atau hibrida.
Pasalnya, instrumen perpajakan ini berpotensi disesuaikan setelah adanya realisasi investasi senilai Rp 142 triliun dari konsorsium Hyundai dan LG Energy, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 74/2021.
Dalam beleidnya, dinyatakan bahwa PPnBM mobil hybrid yang semula dikenakan 7-8 persen akan naik hingga 10-12 persen usai kehadiran investasi paling sedikit Rp 5 triliun di industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi Battery Electric Vehicle (BEV).
Baca juga: Ini Kata Wapres Maruf Amin Usai Coba Kabin Hyundai Kona Electric
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan saat ini pihaknya masih mengupayakan kehadiran insentif pada PPnBM mobil hybrid. Sehingga transisi menuju era netralitas karbon berjalan optimal.
"Sekarang kita coba hitung, coba diskusikan dengan internal pemerintah. Akan kami usulkan khususnya untuk hybrid kepada Kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Keuangan," ucap dia di ICE BSD, Tangerang, Kamis (18/7/2024).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua III Gaikindo Jongkie Sugiarto. Pihak asosiasi dikatakan terus berkomunikasi dengan Kemenperin untuk hadirnya insentif mobil hybrid secara berkepanjangan.
"Ada dua insentif (yang diajukan Gaikindo). Tadi ditanyakan soal mobil hybrid, itu bisa berkepanjangan dan seterusnya," kata dia.
"Tetapi yang sangat urgent, kita usulkan juga kepada pemerintah bahwa perlu barang kali dilakukan lagi insentif PPnBM DTP seperti pasca Covid-19 dulu," lanjut Jongkie.
Baca juga: Menperin Minta Pabrikan Tidak Naikkan Harga Jual Kendaraan
Sebelumnya, Plt Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Putu Juli Ardika menyebut pihaknya bakal melakukan harmonisasi atas pengenaan PPnBM pada mobil hybrid.
Harmonisasi tersebut supaya langkah dari Indonesia untuk menuju elektrifikasi tidak kalah dengan Thailand.
"Kami lihat perkembangannya karena ini sekarang baru wacana. Nanti ini kami coba dorong biar bisa minimal diharmonisasi sehingga tidak kalah jauh daripada Thailand," ujarnya saat ditemui di Subang, Jawa Barat, Senin (15/7/2024).
"Karena saat ini rival kita (di regional ASEAN) ialah Thailand. Jadi kita janganlah terlambat (untuk mengambil keputusan)," tambah Putu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.