JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa penetapan harga nikel yang terlalu tinggi akan sangat berbahaya bagi perekonomian.
Sebab kondisi terkait akan membuat negara lain atau investor beralih ke sumber daya lain untuk mengembangkan teknologi seperti baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV), seperti terjadi pada cobalt.
"Kalau harga nikel terlalu tinggi sangat berbahaya. Kita belajar dari kasus cobalt tiga tahun lalu di mana harganya terlalu tinggi. Sehingga orang mencari bentuk baterai lain," kata dia melalui video di Instagram resmi @luhut.pandjaitan, Kamis (25/1/2024).
Baca juga: Motor Listrik BMW CE 04 Mau Masuk Indonesia, Sekian Harganya
"Ini salah satu pemicu lahirnya lithium ferro phosphate (LFP). Jadi jika kita bikin harga itu (nikel) ketinggian orang akan cari alternatif lain. Perkembangan teknologi itu sangat cepat," lanjut Luhut.
Pernyataan tersebut dilontarkan menanggapi Co-captain tim nasional pemenangan calon presiden dan wakil presiden RI nomor urut 1, Tom Lembong.
Menurut dia, turunnya harga nikel saat ini karena program hilirisasi Presiden Joko Widodo yang ugal-ugalan, menyebabkan pasokan nikel melimpah di dunia.
Tercatat harga nikel dunia kontrak tiga bulan ialah 16.036 dollar AS per ton, terendah sejak April 2021. Padahal Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.
Baca juga: Ini yang Terjadi kalau Toyota Avanza Pakai Ban RFT
View this post on Instagram
"Tom harus mengerti hal ini. Jangan membodohi," kata Luhut.
Adapun prospek nikel sebagai bahan baku baterai EV di tengah LFP, tambah dia, masih tebuka lebar. Sebab baterai LFP meskipun memiliki banyak keuntungan hingga sekarang belum bisa didaur ulang.
"Lithium battery itu bisa recycling, sedangkan tadi yang LFP itu tidak bisa recycling sampai hari ini, tetapi sekali lagi teknologi itu terus berkembang," ucap Luhut.
"Kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan China, tadi lithium battery juga kita kembangkan dengan China maupun dengan lain-lain," kata dia lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.