JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan bekas yang dijual di balai lelang seringkali memiliki banderol tidak wajar, dan sangat jauh di bawah harga pasaran.
Besarnya margin harga tersebut memang dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari ketiadaan layanan servis sebelum jual kembali, jumlah unit yang banyak dalam sekali proses lelang, dan semacamnya.
Sebagai contoh, Mercedes Benz E 400 AT lansiran 2015 biasanya memiliki banderol sekitar Rp 400 juta ke atas. Tapi di balai lelang, harganya mulai dari Rp 100 juta saja.
Baca juga: Diskon buat Peugeot Jadul Masuk Bengkel Resmi
Diferensiasi harga yang sangat tinggi tersebut tentu bisa memunculkan pertanyaan, dari mana balai lelang menerima pendapatan, dan apakah ada sistem komisi?
Menjawab pertanyaan ini, Shioyama Kazuhiro, CEO Balai Lelang JBA Indonesia menjelaskan, balai lelang memang mematok komisi, namun berdasarkan persentase akhir dan bukan potongan di awal.
Dia mengakatakan, ada istilah nilai buku alias besaran komisi yang disepakati oleh penjual dan pihak pelelang. JBA sendiri mematok nilai buku sebesar 2,2 persen dari harga final penjualan.
Baca juga: Komunitas Resmi Harley-Davidson Jakarta Terbentuk, Bakal Punya Markas
“Jadi kami patok potongannya bukan di awal, melainkan di akhir sebesar apapun nominal mobil tersebut terjual,” ucapnya kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Sebagai contoh, jika ada satu unit mobil dengan nominal awal Rp 90 juta, dan hasil final pelelangan adalah Rp 100 juta, pihak lelang berhak menerima komisi sebesar Rp 2,2 juta.
“Dalam sekali lelang, unit yang kami lelang bisa 500 lebih,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.