Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peredaran Pelat Palsu Kian Marak, Bagaimana Sikap Polisi?

Kompas.com - 18/11/2023, 11:02 WIB
Daafa Alhaqqy Muhammad,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Peredaran pelat nomor palsu kian ramai, bahkan bengkel-bengkel tidak resmi yang menyediakan jasa pembuatan sangat mudah dijumpai.

Penawaran harga dari bengkel pelat palsu juga miring, dengan kisaran mulai dari Rp 20.000 per pelat, berbeda dengan harga resmi dari Samsat yakni Rp 60.000.

Menurut penjelasan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, pelat nomor palsu digunakan dengan bermacam dalih dan alasan, seperti menghindari aturan ganjil genap dengan menyimpan dua pelat, sampai sekedar ingin terlihat mengintimidasi dengan menggunakan pelat dinas intansi.

Pihak Korlantas Polri sendiri mengaku akan mengambil langkah tegas, berupa menyidak dan menangani tempat-tempat yang membuat pelat nomor palsu.

Baca juga: Industri EV Masuk Prioritas, Jokowi Ajak Pebisnis APEC Berinvestasi

Contoh pelat nomor palsu bukan terbitan SAMSAT, tidak ada emboss tulisan dan logo Korlantas PolriKompas.com/Daafa Alhaqqy Contoh pelat nomor palsu bukan terbitan SAMSAT, tidak ada emboss tulisan dan logo Korlantas Polri

Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Brigjen Pol Ery Nursatari menjelaskan, operasi ini sudah direncanakan dan sedang dalam tahap pembahasan.

“Iya, (pembuat pelat nomor palsu) akan kami tangani, masih dibahas dulu,” ucapnya saat berbincang dengan Kompas.com di Tangerang, Jumat (27/10/2023).

Dia menambahkan, pelat nomor resmi memiliki beberapa kode identifikasi khusus, mencangkup jenis font serta kerenggangan huruf dan angka, ketebalan cat, serta cap dari Korlantas Polri.

“Intinya TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor) itu yang boleh bikin cuma SAMSAT saja, selain itu tidak boleh,” ucap dia.

Baca juga: Mitos atau Fakta, Gonta-ganti Merek Oli Bikin Mesin Jadi Bermasalah?

Contoh pelat nomor palsu untuk motor skutik dan vespaKompas.com/Daafa Alhaqqy Contoh pelat nomor palsu untuk motor skutik dan vespa

Untuk diketahui, ada beberapa upaya lain yang juga akan digagas oleh Korlantas Polri, untuk menindaklanjuti maraknya kasus pengguna pelat palsu.

Direktur Penegak Hukum Korlantas Polri, Brigjen Pol Aan Suhanan mengatakan, pengguna pelat palsu dapat ditindak menggunakan sistem tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

“Kita juga sedang terus membangun ETLE ini mudah-mudahan di tahun depan bisa diterapkan,” kata Aan.

Kendati demikian, hingga saat ini, belum ada aksi operasi khusus untuk memberantas tempat-tempat pembuatan pelat palsu, sebagaimana telah disampaikan sebelumnya.

Baca juga: Mitos atau Fakta, Motor Listrik Tidak Boleh Kehujanan?

Proses pembuatan pelat nomor palsu di bengkel pinggir jalanKompas.com/Daafa Alhaqqy Proses pembuatan pelat nomor palsu di bengkel pinggir jalan

Bicara soal aturan, jeratan hukum yang dibebankan bagi pemilik pelat nomor palsu adalah pidana kurungan penjara paling lama 2 bulan, dan atau denda kategori V (sedang) dengan nilai maksimal Rp 500.000.

Dasar hukum ini sebagaimana tertulis di dalam Pasal 280 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Sedangkan bagi pengendara yang menggunakan pelat dinas palsu dan mengaku-ngaku anggota, besaran dendanya berkali-kali lipat lebih berat, yakni pidana penjara paling lama 6 tahun, dan atau denda kategori VI (berat) dengan nilai maksimal Rp 2 miliar.

Adapun dasar hukum untuk pelanggaran ini diatur di dalam Pasal 391 dan Pasal 492 Undang-undang nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau