Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Penerapan Bayar Tol Nirsentuh, dari Biaya sampai Landasan Hukum

Kompas.com - 21/05/2022, 12:22 WIB
Ruly Kurniawan,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berencana menerapkan sistem pembayaran nontunai nirsentuh berbasis Multi Lane Free Flow (MLFF) di jalan tol pada tahun ini.

Hal tersebut dalam upaya meningkatkan kelancaran mobilitas pada jalur bebas hambatan, meningkatkan efisiensi biaya operasi, sampai dengan meminimalisir bahan bakar kendaraan.

Namun sebelum direalisasikan, ada beberapa hal yang perlu diselesaikan pemerintah mulai dari kesalahan perangkat lunak, ponsel yang mati, ada penipuan identitas atau pendaftaran, sampai prihal hukum.

Baca juga: Uji Coba MLFF di Tol Disarankan Bukan ke Kendaraan Pribadi

Pemerintah akan mengganti sistem pembayaran jalan tol dari uang elektronik atau biasa dikenal e-toll menjadi sistem tanpa sentuh Multi Lane Free Flow (MLFF). Dokumentasi Jasa Marga Pemerintah akan mengganti sistem pembayaran jalan tol dari uang elektronik atau biasa dikenal e-toll menjadi sistem tanpa sentuh Multi Lane Free Flow (MLFF).

"Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan MLFF seperti perangkat OBU/e-OBU mati, ponsel pengguna sebagai alat transaksi ini low battery," kata Vice President ITS Indonesia, Bidang Standarisasi dan Money Resdiansyah, Jumat (20/5/2022).

"Lalu cara tindak penegak hukum bagi pelanggar bagaimana. Terlebih bagi kendaraan yang sudah dijual tapi belum dibalik nama," lanjut dia.

Sebab, sebagaimana diketahui, teknologi yang akan menggantikan sistem pembayaran tol dengan kartu tol atau e-Toll card tersebut menggunakan Global Navigation Satelit System (GNSS).

Melalui aplikasi khusus jalan tol di smarthone, sistem akan mendeteksi dan menarik pembayaran langsung kepada tiap kendaraan yang melintas di ruas bebas hambatan tertentu.

Baca juga: Bakal Diuji Coba Tahun Ini, Ini Kelebihan Bayar Tol Nirsentuh

Sementara itu, Kabag Kerjasama Lembaga Kermaluhkum Polri, Kombes Hambali engatakan, penerapan sanksi berupa denda pada sistem pembayaran berbasis MLFF ini belum ada dasar hukumnya.

Dia menyebutkan, Polri siap jika diminta untuk mengawasi penegakan hukum dalam penggunaan sistem MLFF ini. Namun, mekanismenya harus jelas masuk ke hukum perdata atau pidana.

"Antara konsumen dengan penyedia jasa, kalau kita lihat dari sudut pandang itu perdata. Tapi kalau dengan diterapkan rambu lalu lintas di pintu masuk kemudian mereka yang tidak memiliki dana masuk juga, berarti sudah masuk pelanggaran lalu lintas penggunaan jalan," kata Hambali.

"Jadi ranahnya pidana ini. Di sinilah yang perlu dibentuk peraturan pemerintah," jelasnya.

Baca juga: Seberapa Irit Konsumsi BBM Toyota All New Voxy Saat Dipakai Harian?

Tantangan Penerapan MLFFKOMPAS.com/Ruly Tantangan Penerapan MLFF

Dasar hukum ini selain diperlukan sebagai landasan hukum bagi operator juga menentukan keterlibatan polisi dalam menegakkan hukumnya.

"Kalau di situ pidana berarti polisi berperan," kata dia.

Menurutnya, perbedaan ranah hukum pidana dan perdata ini akan menentukan mekanisme penegakan hukum dan pembayaran denda pelanggaran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau