Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kecelakaan Maut Bus Pariwisata di Tol Sumo

Kompas.com - 17/05/2022, 07:22 WIB
Aprida Mega Nanda,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

“Makanya setiap jalan baik itu jalan tol maupun jalan raya pasti memiliki rambu mengenai batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan,” kata Marcell.

Adapun terkait batas kecepatan kendaraan di jalan tol ini tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan tentang Tata Cara Penetapan Batas Kendaraan pasal 3 ayat 4 pada pasal 23 ayat 4. Disebutkan bahwa batas kecepatan di jalan tol, yakni 60-100 km per jam (kpj).

Sedangkan untuk jalan tol dalam kota, kecepatan minimalnya 60 kpj sampai batas maksimal 80 kpj. Lalu untuk jalan tol luar kota, batas kecepatan kendaraan yakni 100 kpj.

Bagi kendaraan yang melanggar batas kecepatan, akan dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 287 ayat 5. Disebutkan bahwa denda maksimalnya Rp 500.000 atau pidana kurungan paling lama dua bulan.

Sopir Cadangan Harus Memiliki Kompetensi

Sementara itu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, pengemudi angkutan penumpang harus memiliki kompetensi mumpuni lewat pelatihan.

“Kebiasaan pengemudi bus di Indonesia hanya bisa mencontoh. Awalnya dia bisa mengemudi dengan melihat pengemudi utama, mungkin keterampilan oke, tapi pengetahuan berbeda,” ucap Jusri.

“Keterampilan tanpa belajar, tanpa instruktur, akan meningkat jika semakin sering dilakukan. Semakin tinggi jam terbang, akan semakin mahir. Tapi perlu diingat, jalan raya adalah ruang publik, jadi harus ada pengetahuan, pemahaman lalu lintas, bagaimana mengantisipasi masalah, dan lain-lain,” lanjutnya.

Baca juga: Meski Kecil, tapi Jangan Sepelekan Fungsi Koil pada Motor

Jusri menyarankan, sudah sepatutnya pemerintah ikut turun tangan dengan menyediakan standar kompetensi yang lebih layak untuk pengemudi angkutan penumpang maupun barang.

“Fenomena sopir cadangan mengerikan sekali. Mereka berangkat dari kebiasaan. Proses jadi sopirnya yang perlu diantisipasi, karena rata-rata mereka dari kernet atau cadangan. Padahal kompetensi seharusnya didapat dari sekolah atau pelatihan,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau