JAKARTA, KOMPAS.com - Dua bocah meninggal usai menjadi korban tabrak rombongan sepeda motor Harley-Davidson di Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (12/3/2022), pukul 13.15 WIB.
Peristiwa berawal saat rombongan motor Harley melaju kencang dari arah Banjar menuju Pangandaran. Di sisi lain kedua bocah tersebut hendak menyeberang jalan.
"Karena motor Harley itu melaju kencang, dua anak kembar yang mau nyeberang tertabraknya," kata satu saksi warga setempat, Idin, mengutip Tribun Jabar, Minggu (13/3/2022).
Baca juga: Sudah Tahu Perbedaan Helm Full Face buat Balap dan Harian?
Contoh kasus di atas seolah menguatkan kesan bahwa rombongan motor ketika touring selalu ngebut atau kebut-kebutan. Kemudian arogan di jalan dan cenderung ugal-ugalan.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, bicara ngebut anggapan tersebut tidak selalu benar sebab ngebut sifatnya subyektif.
"Tidak selalu ngebut. Saya suka touring tapi tidak juga, walaupan ada. Dalam hal ngebut ini perlu diperhatikan definisinya. Ngebut kalau terlalu cepat dari kondisi yang ada itu sudah pasti (melanggar)," katanya kepada Kompas.com, Senin (14/3/2022).
Jusri mengatakan, definisi ngebut ialah memacu dalam kecepatan tinggi. Seringkali meski tidak melanggar batas kecepatan tapi jika lebih tinggi dari kondisi yang ada maka sudah bisa dianggap ngebut.
"Ngebut itu definisinya bukan hanya melangar batas rambu kecepatan maksimal, tapi ketika kecepatan itu lebih tinggi dari kondisi yang ada," katanya.
"Kondisi ini dilengkapi beberapa faktor, pertama manusia yakni kemampuan dia dan keletihan, ketika letih kecepatan apapun sudah terlalu cepat. Kemudian kondisi kendaraan, ban tidak layak, atau tekanan tidak benar," katanya.
"Kemudian lingkungan, seperti keramaian, infrastruktur, kemudian cuaca dan juga muatan motor. Ketika faktor-faktor itu dilangkahi itu bisa (disebut) ngebut," kata Jusri.
Baca juga: Bahas Fitur Motor Retro Benelli Imperiale 400
Bahkan kata Jusri, bisa ditemukan dalam satu kasus di mana kecepatan tidak terlalu tinggi tapi sudah bisa dianggap ngebut.
"Bisa saja di suatu wilayah yang kecepatannya 80 kpj tapi di satu sidang hakim bilang itu ngebut padahal dia tercatat cuma 60 kpj yang notabene dia tidak melanggar. Tapi dinyatakan mengebut karena kondisinya ramai," katanya.
"Jadi (masyarakat) tolong dipahami. Jadi belum tentu ngebut, tapi kalau itu ramai banyak anak sekolah bisa (disebut) ngebut. Karena ngebut ini subyektif," kata Jusri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.