JAKARTA, KOMPAS.com - Tilang adalah bukti pelanggaran yang dilakukan pengendara di jalan raya. Tapi nyatanya, masyarakat seolah tak jera dengan sanksi yang diberikan petugas.
Budiyanto, pemerhati masalah transportasi, mengatakan, salah satu hal tersebut terjadi karena putusan denda dari pengadilan masih jauh dari ancaman denda maksimal.
Baca juga: Tekanan Udara Ban Mobil Tidak Boleh Kurang atau Lebih, Ini Alasannya
"Sebagai contoh, pelanggaran rambu- rambu atau marka, ancanan denda maksimal Rp 500.000 namun dalam Putusan masing-masing pengadilan masih bervariasi, ada yang memutuskan Rp 200.000 atau Rp 150.000 demikian pula dalm pelanggaran lalu lintas yang lain," katanya Kamis (19/8/2021).
Menurut Budiyanto, ringannya putusan denda dalam pelanggaran lalu-lintas tersebut berdampak pada sulitnya membangun rasa jera terhadap pelanggar lalu lintas dan angkutan jalan.
"Perlu dibangun semangat dan spirit yang sama terhadap para stakeholders dalam menyikapi pelanggaran lalu lintas, sehingga dapat menciptakan disiplin berlalu lintas," katanya.
Baca juga: Nissan Z Meluncur, Mobil Sport Bergaya Retro Penerus 370Z
"Dengan disiplin berlalu lintas akan dapat terhindar dari resiko kecelakaan. Bahwa berbicara masalah lalu-lintas dan angkutan jalan memiliki dimensi yang luas karena berkaitan dengan budaya tertib dan modernitas," ungkapnya.
Budiyanto menyebut, perkara penyelesaian pelanggaran lalu-lintas telah diatur dalam beberapa peraturan, mulai Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 211 sampai dengan 216.
Kemudian Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang LLAJ Pasal 267 sampai dengan Pasal 269, dan Perma No 12 tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian pelanggaran lalu lintas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.