JAKARTA, KOMPAS.com - Menjaga jarak aman saat berkendara merupakan hal yang wajib dilakukan oleh pengemudi, baik di jalan raya maupun di tol.
Menjaga jarak sifatnya mutlak, baik dalam keadaan lancar, atau macet. Tujuannya jelas untuk meminimalisir terjadinya risiko kecelakaan lalu lintas.
Salah satu kebiasaan yang dilakukan pengemudi ketika berhenti mendadak di tol adalah menyalahkan lampu hazard.
Lantas, bagaimana sebetulnya fungsi hazard dan aturan menggunakan yang benar sesuai regulasi di Indonesia?
Hazard memang memiliki fungsi utama sebagai penanda keadaan darurat yang dialami oleh pengemudi.
Baca juga: Ini Fungsi Segitiga Pengaman yang Kerap Terlupakan
Ketentuannya tertuang dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ, Pasal 121 ayat 1 yang menyatakan, “Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan".
Training Director The Real Driving Center (RDC), Marcell Kurniawan, menjelaskan memang dalam pasal tersebut tidak ditulis secara ekplisit, tetapi menyalakan hazard bisa dibenarkan.
Baca juga: Ini Denda bagi Pemudik yang Kembali ke Jakarta Tanpa Membawa SIKM
“Dari pasal tersebut memang tidak secara eksplisit mengatakan saat berhenti mendadak, cuma pada saat berhenti saja. Namun, saat ini banyak mobil yang dilengkapi dengan lampu hazard yang otomatis menyala saat kita menginjak pedal rem mendadak dan cukup dalam.” kata Marcell di Jakarta, Jumat (24/01/2020)
Meski demikian, ia berpesan pengemudi tetap harus menjaga jarak aman dengan kendaraan di depannya minimal tiga detik agar aman dalam berkendara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.