Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memotong Lajur Rombongan Touring, Bagaimana Hukumnya?

Kompas.com - 05/03/2020, 08:02 WIB
Aprida Mega Nanda,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berkendara bersama atau yang biasa disebut touring menuju satu titik seakan sudah menjadi agenda rutin para komunitas. Bahkan, aktivitas semacam Sunday morning ride (sunmori) juga kerap dijumpai di jalan, baik untuk pengguna sepeda motor maupun pengendara mobil.

Namun, jangan lupa untuk tetap mematuhi aturan lalu lintas dan menciptakan iring-iringan yang aman, nyaman, serta tidak mengganggu pengendara lainnya.

Jangan sampai terjadi hal seperti yang pernah viral beberapa waktu lalu, yaitu beredar video di media sosial yang memperlihatkan satu mobil sport utility vehicle (SUV) yang tidak mau memberi jalan kepada romobongan touring sehingga tercipta konflik di jalan raya.

Baca juga: Pecah Rekor, Yamaha RX-King Terjual Rp 150 juta!

Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, mengatakan, kegiatan touring tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, harus dilalukan dengan cara yang ideal.

“Ketika melakukan touring harus ada yang menjadi road captain yang ditempatkan pada posisi paling depan barisan rombongan. Yang memegang jabatan ini harus memiliki kemampuan berkendara yang paling baik, mengetahui rute perjalanan, serta berpengalaman dalam touring,” ujar Jusri kepada Kompas.com belum lama ini di Jakarta.

Kemudian, lanjut Jusri, pastikan juga ada anggota lain yang menjadi sweeper. Posisinya, berada di paling belakang rombongan touring. Tugasnya, untuk merapikan barisan dan menjaga anggota touring agar tidak ada yang tertinggal.

Rombongan scooterist asal Malaysia, Serian Division Vespa Fan Club saat melakukan perjalanan lintas negara ke Kalimantan Barat, Senin (14/8/2017).KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWAN Rombongan scooterist asal Malaysia, Serian Division Vespa Fan Club saat melakukan perjalanan lintas negara ke Kalimantan Barat, Senin (14/8/2017).

Baca juga: Suzuki XL7 Datang, Toyota Menaikkan Harga Rush

Jusri menambahkan, sebaiknya ketika melakukan touring menggunakan pengawalan dari polisi, seperti yang sudah tertuang pada Pasal 134 UU LLAJ ayat 7, yang berbunyi "Konvoi atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia".

“Jika touring berada dalam pengawalan polisi, maka pengendara lain sebaiknya mengalah dan memberi jalan untuk rombongan. Tunggu sampai rombongan tersebut selesai melintas, karena hal tersebut memang sudah ada aturannya,” ujar Jusri.

Namun, jika rombongan touring tidak dikawal oleh polisi, maka para pengendara lain memiliki hak untuk menerobos rombongan tersebut.

“Seluruh masyarakat memiliki hak yang sama di jalan raya, jadi tidak perlu takut dan mengalah jika ada rombongan touring yang menutup jalan tanpa adanya kawalan dari polisi, karena sikap tersebut tidak dibenarkan dan merugikan pengguna jalan lainnya,” kata Jusri.

Jaga Jarak Aman

Ilustrasi jaga jarak aman 3 detikivanhumphrey.blogspot Ilustrasi jaga jarak aman 3 detik

Jusri Pulubuhu, mengatakan, untuk mengukur jarak aman antar kendaraan memang menggunakan satuan detik bukan meter.

“Di luar negeri pun tidak ada dan tidak dipelajari menghitung satuan jarak dengan meter, karena akan sulit dan selalu berubah-ubah. Semuanya dihitung dengan satuan detik,” ujar Jusri kepada Kompas.com, Senin (02/03/2020).

Kondisi Tol Pekanbaru-Dumai, Kamis (20/2/2020). Tol ini merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera yang dirancang sepanjang 131 kilometer. Hilda B Alexander/Kompas.com Kondisi Tol Pekanbaru-Dumai, Kamis (20/2/2020). Tol ini merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera yang dirancang sepanjang 131 kilometer.

Berdasarkan teori Defensive Driving, jarak aman antar kendaraan baik di depan maupun di belakang adalah 3 detik. Lalu, bagaimana cara mengukurnya?

Menurut Jursi, cara ini bisa dilakukan dengan mengikuti kendaraan yang searah dan pastikan kecepatan kendaraan kita dengan yang di depannya itu sama.

“Kemudian, cari objek statis untuk tolok ukur yang ada di kiri atau kanan jalan, bisa berupa pohon, jembatan, atau patokan Km jika sedang berada di jalan tol,” ujar Jusri
Setelah menentukan tolok ukur, dan kendaraan di depan sudah melewati batas tersebut, maka perhitungan mulai dilakukan.

Penghitungan konsumsi BBM total 8 mobil hybrid dan PHEV dilakukan di Pulau Bali, hasilnya cukup mengejutkan.CUTENK Penghitungan konsumsi BBM total 8 mobil hybrid dan PHEV dilakukan di Pulau Bali, hasilnya cukup mengejutkan.

“Perhitungan dilakukan dengan cara menyebut satu dan satu (1-1), satu dan dua (1-2), satu dan tiga (1-3), sampai kendaraan kita tepat melewati tolok ukur tersebut. Ketika hasil hitungan jarak dengan objek statis yang sudah ditentukan sesuai berarti kendaraan sudah berada di jarak aman,” kata Jusri.

Jusri mengungkap, penyebutan detik sengaja dibuat dengan ‘satu dan datu, satu dan dua, dan seterusnya’ agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

Ia juga menambahkan, kemampuan persepsi manusia dalam melihat bahaya itu memerlukan waktu kurang lebih tiga detik. Sehingga setiap kendaraan harus memiliki jarak aman minimal tiga detik untuk meminimalisir kecelakaan di jalan raya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com