KOMPAS.com - Masyarakat sudah pasti setuju jika tim besar di balapan jet darat, Formula 1 (F1) adalah Ferrari dan McLaren. Tetapi, tahukan Anda jika ada satu tim lagi yang sempat berjaya pada era 1980 dan 1990.
Adalah Williams Racing yang memiliki pebalap luar biasa seperti Alan Jones, Keke Rosberg, Nigel Mansell, dan Alain Prost. Puluhan tahun, tim yang berbasis di Grove ini berhasil bertahan di cabang olahraga ini.
Bahkan, Williams Racing menjadi salah satu tim yang mampu bertahan dengan tingkat kompetitifitas yang cukup baik di F1. Tim ini terbentuk dari hasil kerjasama dua tokoh legendaris Formula 1, yaitu Sir Frank Williams dan Sir Patrick Head.
Membentuk Tim F1
Sebelum terbentuknya Williams Grand Prix Engineering, Sir Frank sempat mencoba untuk mendirikan Frank Williams Racing cars (1969) dan Wolf-Williams Racing pada 1976. Namun dengan hasil yang kurang memuaskan untuk kedua tim tersebut, Williams memutuskan berpisah dengan Walter Wolf (co-founder Wolf-Williams Racing).
Baca juga: Perjuangan Tim F1 yang Mempunyai Tradisi Hebat di Musim 2019
Dia mencoba untuk mendirikan Williams Grand Prix Engineering pada 1977, dengan bantuan dari insinyur muda berbakat, yaitu Sir Patrick Head.
Kerjasama antara keduanya menghasilkan kesuksesan yang luar biasa. Williams mampu menjadi sembilan kali juara konstruktor antara musim 1980 dan 1997, serta Williams bisa dibilang sangat mendominasi F1 di tahun 90an.
Secara keseluruhan, hanya Ferrari yang mampu memenangi lebih banyak kejuaraan F1, yaitu sebanyak 16 kali. Selama era tersebut, pebalap Williams mampu menjuarai kejuaraan F1 tujuh kali, dengan Alan Jones, Keke Rosberg, Nelson Piquet, Nigel Mansell, Alain Prost, Damon Hill dan Jacques Villeneuve.
Hanya pebalap Ferrari (15) dan McLaren (12) saja yang mampu meraih kemenangan lebih banyak dibandingkan Williams secara kesuluruhan.
Performa Mulai Turun
Sejarah dan pencapaian yang diraih di masa lalu tidak mudah untuk dipertahankan, dari tahun ke tahun mungkin bisa dibilang hanya Ferrari yang mampu bertahan di level tertinggi untuk periode waktu panjang, meskipun Ferrari sendiri sempat mengalami masa- masa kurang memuaskan di era F1 modern.
Kemenangan Grand Prix yang diraih oleh Williams adalah pada musim 2012 di GP Spanyol, ketika Pastor Maldonado mampu membawa mobil FW34-nya meraih kemenangan di Barcelona.
Setelah itu apa yang terjadi dengan Williams? Pertengahan musim 2012, Sir Frank Williams memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai salah satu board members (anggota BoD), dan memberikan kepercayaan kepada anak puterinya, Claire Williams, untuk menggantikan posisinya di BoD Williams Grand Prix Engineering, sebagai perwakilan dari keluarga Williams di BoD.
Meski demikian, Sir Frank masih tetap menjadi pemegang saham mayoritas dari timnya, walaupun dengan peran yang tidak terlalu signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Keterbatasan Dana dan Sktuktur Organisasi yang Tidak Bagus
Usai ditinggal oleh pendiri tim, Williams juga tidak memiliki dana yang cukup untuk bisa bersaing dengan tim besar menciptakan mobil dengan baseline yang baik, serta tetap mengembangkannya sepanjang musim.
Meski mendapatkan dukungan yang signifikan dari PDVSA, yaitu perusahaan minyak asal Venezuela yang menjadi sponsor Pastor Maldonado.
Baca juga: Ini Perbedaan F1 dan Balapan GT Menurut Rio Haryanto
Masukl musim 2013, line-up pebalap, yaitu Pastor Maldonado dan Valtteri Bottas bisa dibilang kurang cukup pengalaman, khususnya untuk membantu insinyur untuk memberikan masukan dan arahan untuk mengembangkan mobil.
Alhasil, secara keseluruhan tim yang berbasis di Grove ini hanya berhasil mencetak lima poin, dan menempati posisi ke sembilan di kejuaraan konstruktor.
Musim 2014 merupakan era baru F1, yaitu era hybrid. Williams berhasil memanfaatkan perubahan regulasi ini dengan sangat baik. Berkat peran Toto Wolff dengan Williams, mereka menanda tangani kontrak untuk menggunakan Power unit Mercedes, yang jauh unggul dari segi performa dan reliability.
Selain itu, dengan bergabungnya Felipe Massa, pebalap veteran F1 yang hengkang dari Ferrari, dan Race Engineer andalannya, Rob Smedley, sebagai Head of Performance Engineering, dan direkrutnya designer F1 ternama, Pat Symonds, Williams di musim 2014 hingga 2016 mampu memanfaatkan dengan maksimal resource yang mereka miliki untuk masih bertanding dengan tim-tim papan atas dan tengah.
Bahkan di musim 2014, Williams mampu mencatat 1 pole position di Austria dengan Felipe Massa, dan 9 podium finish. Musim yang sangat sukses ini diakhiri dengan raihan posisi ke-3 di kejuaraan konstruktor, didepan Scuderia Ferrari.
Titik Buruk
Masuk 2015 merupakan tahun terberat buat William, terutama dari sisi dana yang terus menurun menjadikan performa tim tersebut menjadi menurun. Meskipun mampu mencatat 4 podium finis, Williams masih terbantu oleh kehadiran Felipe Massa di tim, yang menggunakan pengalaman membalap di F1 selama 15 tahun untuk membantu timnya tetap bertahan di papan menengah keatas di Formula 1.
Williams pun mampu mempertahankan posisi ke-3 di kejuaraan konstruktor, dan mengalahkan tim kuat seperti Red Bull di musim tersebut. Kompetisi di papan tengah pun mulai menjadi lebih sengit lagi di 2016. Force India, dengan budget yang tidak besar mampu memaksimalkan performa mobilnya, dan meraih posisi 4 di kejuaraan konstruktor.
Raihan poin Williams pun merosot drastis, dan pada akhirnya tidak lagi dapat mempertahankan posisi ke-3 di kejuaraan konstruktor dan merosot ke posisi ke-5.
Tahun selanjutnya, insinyur yang memiliki peran besar dalam revitalisasi Williams dari musim 2014, Pat Symonds, keluar dari Williams karena kontraknya tidak diperpanjang untuk musim-musim selanjutnya. Sementara untuk menggantikan peran Pat Symonds, Williams membajak Paddy Lowe dari Mercedes untuk menjadi Technical Director sekaligus pemegang saham dari Williams Grand Prix Engineering.
Selain Pat Symonds, Valtteri Bottas juga hengkang ke Mercedes untuk menggantikan sang juara dunia 2016 Nico Rosberg. Bisa dikatakan karir Valtteri Bottas di Williams sangat cemerlang, dan tentunya tidak mudah bagi Williams untuk mendapatkan pembalap pengganti sekelas Valtteri Bottas.
Akhirnya diputuskan untuk mengikuti tren tim papan tengah F1 untuk menjual kursi kedua itu, direkrutlah Lance Stroll, putra dari pengusaha asal Kanada, Lawrence Stroll. Lance mempunyai reputasi yang cukup baik sebagai pembalap di kategori lebih rendah, setelah mendominasi kejuaraan FIA F3 European Championship di musim sebelumnya.
Namun predikat pay driver tidak akan lepas dari pebalap yang saat itu baru 18 tahun. Sebab hengkangnya Valtteri Bottas ke Mercedes dan karena Lance Stroll tidak mempunyai pengalaman sedikitpun untuk membantu mengembangkan mobil F1, Williams memutuskan untuk memperpanjang kontrak Felipe Massa, yang awalnya sudah bersiap-siap hengkang dari F1 diakhir musim 2016.
Dalam pertarungan untuk menjadi best of the rest setelah Mercedes, Ferrari dan Red Bull, Williams masih kalah jauh dari Force India dan mereka hanya mampu bertahan di posisi ke-5 di klasemen, berkat konsistensi dari Felipe Massa, yang akhirnya memutuskan untuk pensiun di akhir musim 2017, yang digantikan oleh pembalap asal Rusia, Sergey Sirotkin di musim 2018, yang membawa sponsor dan budget dari Rusia.
Musim 2018, struktur organisasi Williams mulai tidak efektif dan berpengaruh besar ke performa tim secara keseluruhan. Paddy Lowe, yang bertanggung jawab atas performa mobil, tidak mampu memimpin tim dengan maksimal.
Arah desain mobil akan dibawa kemana tidak jelas karena struktur internal Williams yang tidak optimal, terutama setelah hengkang tokoh-tokoh penting tim Williams. Alhasil, desain basis mobil FW41 mempunyai masalah aerodinamika basik yang sangat dalam, dan sulit untuk diperbaiki sepanjang berjalannya musim balapan, sehingga 2018 merupakan musim terburuk dalam sejarah.
Baca juga: F1: Mengapa Kita Kalah dari Vietnam?
Persiapan musim 2019 juga jauh dari ideal untuk Williams. Mulai dari hengkangnya salah satu investor terbesar, Lawrence Stroll untuk membantu Racing Point (ex Force India) setelah ada kabar Williams diincar oleh investor lain dari Rusia, Dmitry Mazepin, yang tidak lain adalah ayah dari pebalap F2 Nikita Mazepin, yang kabarnya ingin membeli Williams.
Kekecewaan musim 2018 juga berakhir dengan hengkangnya Paddy Lowe dari jabatannya sebagai Technical Director, dan juga Rob Smedley dari Williams. Tentunya keduanya sangat sulit untuk digantikan karena mereka mempunyai pengalaman yang luar biasa di cabang olahraga ini.
Dampaknya cukup cepat terlihat, terutama dalam persiapan untuk musim ini, produksi mobil 2019 mengalami keterlambatan sehingga mereka telat tampil di uji coba pra-musim di Barcelona. Segi performa, mobil FW42 terpaut jauh dari kompetitor terdekatnya, dan selalu menduduki dua posisi terakhir pada saat kualifikasi (kecuali apabila tim lain mengalami masalah atau mendapat penalti).
Kondisi Williams saat ini sangat memprihatinkan, mengingat apa yang sudah pernah dicapai oleh tim ini di era 1980 hingga akhir 1990. Memang di F1, tidak hanya dana yang dibutuhkan, namun juga pengalaman, dan struktur internal tim yang efektif sangat penting agar arah yang dituju oleh tim sebagai sebuah kesatuan itu jelas.
Penggemar F1 juga pastinya sangat sedih melihat kondisi Williams F1 team saat ini, terutama dengan kembalinya pebalap sekelas Robert Kubica yang dipasangkan oleh pebalap muda yang menjanjikan, George Russel. Kedua pebalap itu pantas untuk balapan dengan mobil yang jauh lebih layak dari pada FW42.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.