JAKARTA, KOMPAS.com - Akhir-akhir ini ramai perbincangan soal penambahan tes psikologi, pada deretan ujian pengajuan dan perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM). Pemohon juga dikenakan tambahan biaya pada tes baru ini.
Keharusan melalui tes psikologi itu tertulis pada Undang-undang LLAJ Nomor 22 tahun 2009, yang lebih jelasnya ada di Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi.
Pada pasal 36 tertulis, setidaknya ada enam komponen penilaian pada kesehatan rohani, yaitu kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi, dan ketahanan kerja.
Baca juga: Pelaksanaan Uji Psikologi Pemohon SIM Ditunda
Erita Narhetali, Psikolog Universitas Indonesia kepada KOMPAS.com, Minggu (24/6/2018), kemudian menggaris bawahi empat poin, sebagai tanggapannya atas tes psikologi tersebut.
Pertama, perilaku berkendara pada dasarnya merupakan hasil interaksi faktor personal dan faktor lingkungan. Faktor personal meliputi kepribadian, performa, kompetensi, dan kondisi emosi sesaat.
Faktor personal itu bakal berinteraksi dengan faktor lingkungan, yang menjadi stimulus perilakunya selama berkendara.
Baca juga: Perang Promo Motor Non-Jepang di JFK 2018
Adapun faktor lingkungan tersebut mencakup “significant others” pengemudi saat itu, sesama pengendara di jalan, kondisi fisik jalanan, dan regulasi lalu lintasnya.
“Nah, komponen psikotes yang disebut di Peraturan Kepala Kepolisian, baru menyasar pada identifikasi faktor-faktor personal. Artinya, rentang akurasi prediksi psikotes ini adalah sebesar rentang kemampuan prediksi kemampuan psikologis yang diukur, dan tentunya berarti bergantung pada reliabilitas si alat ukur. Ini idealnya tentu sudah ada kajian, literatur review-nya, sepaket bersama uji coba,” ujar Erita.
Kedua, jika tujuannya sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas uji SIM, maka profil psikologis pengendara perlu dilihat, bersamaan dengan perilaku aktual pengemudi di jalan. Jadi tidak hanya simulasi.
Baca juga: Aturan Hukum Mendahului dari Sebelah Kiri
Erita menyebut poin kedua itu penting dan mengaitkannya dengan poin ketiga, yaitu inisiatif menggunakan psikotes sebagai bagian dari kebijakan uji SIM, sebaiknya perlu didasari studi kebijakan berbasis bukti sebelumnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.