Jakarta, KOMPAS.com – Upaya pemerintah untuk berlakukan SNI Wajib Pelumas, mendapat penolakan dari Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi). Mereka menyebut kalau aturan itu akan menimbulkan persaingan tidak sehat.
Isu ini sebenarnya sudah mencuat sejak 2016 lalu, dan saat ini notifikasinya tengah diajukan Kementerian Perindustrian ke World Trade Organization (WTO), untuk mendapatkan lampu hijau. Jika tanpa halangan, regulasi tersebut bakal mulai berjalan pada Juni 2018 nanti.
“Kepentingan konsumen adalah bagaimana mendapatkan pelumas yang tepat sesuai kebutuhan peralatannya dan dengan mutu yang juga sesuai dengan persyaratan produsen peralatan itu. Serta mendapat harga yang wajar dan mudah memperolehnya kapan pun diperlukan,” tutur Paul Toar, selaku Ketua Umum Perdippi dalam siaran resminya, Jumat (11/5/2018).
Beban Biaya Besar
Perdippi mengungkapkan, wacana ini disebut sebagai upaya untuk menghambat produk pelumas impor, terhadap produsen dalam negeri. Itu didasari sikap mental peninggalan masa monopoli pemasokan pelumas yang berlangsung 1983 – 2001 lalu.
Baca juga: SNI Wajib Pelumas Indonesia, Tinggal Tunggu Lampu Hijau WTO
Jika distribusi produk pelumas di pasaran tidak berjalan dengan baik dan lancar, maka yang akan terjadi adalah munculnya harga yang tinggi. Maklum, biaya uji kerja minyak lumas motor bakar berkisar 1 juta dolar AS per SKU (stock keeping unit), meski lembaga pelaksana sertifikasi menyatakan biaya sertifikasi SNI di Indonesia berkisar Rp 500 juta per SKU.
Apabila perusahaan pelumas mempunyai 40 jenis pelumas yang kena SNI Wajib, maka biaya yang perlu ditanggung sekitar Rp 20.000.000.000 per 4 tahun. Tentu ini akan mengurangi daya saing perusahaan kecil dan menengah, karena biaya itu pasti masuk harga dan dibebankan kepada konsumen.
“Artinya, akan terjadi persaingan yang tidak sehat,” kata Paul Toar.
Melanggar Undang-undang
Selain itu, jika SNI Wajib berlaku, Perdippi menyebut itu bertentangan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bahkan melanggar melanggar peraturan dan perundang-undangan lainnya.
Baca juga: 15 Ancaman SNI Wajib Pelumas buat PERDIPPI
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, dan turunannya yakni Keppres Nomor 21 Tahun 2001, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan, wewenang pengaturan soal mutu turunan minyak bumi seperti bahan bakar minyak dan pelumas berada di Kementerian ESDM.
Sedangkan, sejak 20 tahun lalu, Kementerian ESDM telah memberlakukan regulasi Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) Wajib, dengan kewajiban uji laboratorium terhadap parameter fisika kimia. Ketentuan ini juga mengacu kepada standar internasional seperti API, JASO, ILSAC, atau SNI yang telah berlaku.
Intinya Perdippi menilai, pengajuan notifikasi ke WTO oleh Kementerian Perindustrian tentang rencana pemberlakuan SNI Wajib Pelumas merupakan tindakan sepihak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.