Dari lokasi ini, proyek percontohan ini bisa kemudian diterapkan di daerah dengan lingkup lingkungan yang lebih luas. Sesuai alasan utama program ini bergulir, adalah upaya Indonesia menurunkan kadar emisi gas buang lewat teknologi.
“Saya melihatnya tidak feasible semua kendaraan nanti harus mobil listrik. Tetapi, yang mesin konvensional, harus mengubah konsumsi bahan bakarnya. Bisa pakai bio fuel atau bio diesel, jadi emisi jadi lebih bersih,” kata pria yang juga putra sulung Pahlawan Nasional Soemantri Brojonegoro ini.
Baca juga : Budaya Kendaraan Listrik Dimulai dari Kampus
Bukan Jadi Penonton
Selain menciptakan budaya baru kendaraan listrik, Program Percepatan Pengembangan Kendaraan Listrik juga mau menciptakan kesempatan baru bagi Indonesia dalam hal kemajuan teknologi. Bicara kendaraan listrik, salah satu komponen utama yang krusial adalah teknologi pengembangan baterai.
Lewat penguasaan teknologi baterai, Indonesia bukan hanya menjadi pasar dan negara perakit saja, tetapi juga ikut memasok ke dunia. Saat ini, mobil listrik yang sudah dipasarkan secara massal jumlahnya masih terbatas, misalnya Nissan Leaf, Tesla Model S, Model 3, BMW i3, dan semuanya menggunakan baterai lithium ion.
Saat ini, China menjadi produsen lithium terbesar di dunia, sehingga mendorong kemajuan kendaraan listrik menjadi pesat. Selain itu, isu polusi udara yang sudah akut, membuat pemerintah negeri panda menggenjot populasi kendaraan listrik dan menggeser mobil bermesin konvensional, sistem pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE).
“Pola pikir kita harus berubah, sumber daya banyak di Indonesia. Banyak, tetapi harus diolah dulu. Perlu dibangun smelter-smelter lithium, kobalt, dan mangan, tiga bahan baku utama membuat baterai mobil listrik,” kata Satryo.
Baca juga : Era Kendaraan Listrik di Indonesia Jangan Sekadar Regulasi
Satyro menjelaskan, salah satu lokasi di Indonesia yang memiliki potensi kandungan lithium besar terdapat di Bangka Belitung. “Di sana timahnya banyak. Kalau ditambang timah itu, kemudian melalui proses pemurnian yang cukup baik, produk paling akhirnya itu bisa dapat lithium. Di Sulawesi Tenggara, kita ada tambang nikel, di dalamnya terkandung kobalt,” ucap kakak kandung Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Untuk mengelola sumber daya alam baru ini, pemerintah Indonesia juga membuka kesempatan bagi investor manapun yang tertarik. Namun, menggandeng negara yang paling maju dalam pengembangan baterai dan juga punya bahan baku, bisa menjadi opsi yang ideal (China). Sambil menyiapkan budaya kendaraan listrik, jika sumber daya alam baterai bisa dikuasai, maka Indonesia bisa jadi salah satu pemain utama di dunia nantinya.
Kondisi lingkungan Indonesia juga dianggap belum ideal bagi kendaraan listrik, karena karakter demografi dan cuaca yang berbeda dengan negara lain. Kondisi cuaca panas, udara lembab, tingkat kemacetan jalan, semua faktor lain harus masuk dalam penelitian, dalam menemukan karakter baterai yang ideal buat Indonesia.
“Industri baterai ini masih sangat berkembang. Mitsubishi di Kyoto saja, mempekerjakan 800 peneliti untuk baterai dalam satu perusahaan. Jadi banyak sekali variasinya, tidak bisa ditanggung satu pihak saja,” ucap Satryo, menutup pembicaraan.
Mudah-mudahan obrolan singkat ini bisa sedikit menjawab rasa penasaran pembaca KOMPAS.com, soal arah kebijakan Program Mobil Listrik besutan Pak Presiden Joko Widodo. Mari sama-sama menunggu, langkah konkretnya seperti apa nanti!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.