Jakarta, KOMPAS.com – Sembari menunggu Peraturan Presiden soal Program Percepatan dan Pengembangan Kendaraan Listrik di Indonesia, ada rencana baru yang coba dilakukan pemerintah untuk mendorong suksesnya program ini. Informasi ini diperoleh ketika KOMPAS.com berbincang dengan Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang kini menjabat sebagai Ketua Program Percepatan dan Pengembangan Kendaraan Listrik Indonesia.
“Saya dimintai tolong (oleh Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan). Fokus saya adalah mencari teknologi (mobil listrik) yang terbaik untuk Indonesia,” kata Satryo, yang juga Guru Besar Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung, memulai perbincangan bersama KOMPAS.com, Senin (12/2/2018).
Sampai saat ini, kata Satryo, kemampuan produksi mobil atau sepeda motor listrik oleh pabrikan otomotif di Indonesia bukan masalah. Hampir, seluruh merek utama otomotif di Indonesia menyanggupi produksi mobil atau sepeda motor listrik secara lokal.
Dari catatan KOMPAS.com, setidaknya ada empat merek utama yang agresif mau menggarap mobil listrik dan turunannya, seperti hibrida dan hibrida colok (plug-in hybrid) di Indonesia, yaitu Toyota, Mitsubishi, Nissan, dan BMW. Semua merek ini cukup intens menantikan arah kebijakan pemerintah Indoensia, terkait pengembangan program mobil listrik ini di masa depan.
“Tapi, masalah utama kendaraan listrik adalah di baterai, belum mencapai kondisi ideal. Masih terlalu pendek (jarak tempuhnya), kemampuan daya, pengisian lama. Selain itu, infrastruktur juga masih belum siap, masih terus dikembangkan teknologi pengisian baterai,” ucap Satryo.
Baca juga : Perpres Kendaraan Listrik Dipastikan Rampung Pekan Ini
Menyangkut kapan kemunculan Peraturan Presiden soal mobil listrik, Satryo mengaku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Perpres Mobil Listrik, kata Satryo, sifatnya sebagai payung umum, menjadi dorongan agar sektor terkait mempersiapkan apa yang menjadi kewenangan dan tugasnya masing-masing. Lewat pepres, sektor terkait juga punya kekuatan hukum pasti untuk melakukan kegiatan, baik itu pengembangan sampai eksekusi kebijakan.
“Soal Pepres, sudah ada pihak lain yang membahas itu. Baik dengan atau tanpa Pepres, yang penting kita mau memulai seperti apa program masif ini secara nasinonal atau kita adakan suatu pilot project, studi kasus,” kata Satryo.
Draf Pepres Mobil Listrik sebenarnya sudah pernah bocor sejak Agustus 2017 lalu. Pekan lalu, Irland, Deputy Director for Basic Industry Deputy Ministry for Coordinating Infrastructure, mengatakan, kalau draf Pepres sudah ditandatangani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan pekan ini sudah diajukan ke Presiden Joko Widodo, untuk segera diterbitkan. Targetnya, awal 2018.
Di dalam Pepres, bakal terkandung 13 pasal, yang membahas kategorisasi jenis kendaraan listrik, mulai dari sepeda motor, kendaraan penumpang, infrastruktur, uji tipe, insentif, sampai pengolahan limbah baterai.
“Pembahasan Peperes (Mobil Listrik) beragam, mulai dari teman-teman domestik yang merasa belum diberikan kesempatan. Volume bisnis. Sedangkan (merek) dari pihak luar, tidak ingin pasarnya berkurang, saling tarik-menarik. Saya tidak terlibat, itu politis,” kata Satryo.
Baca juga : Berkaca pada Pengembangan Mobil Listrik Negara Tetangga
Lokasi Khusus
Guna memperbesar efektivitas program percepatan kendaraan listrik di Indonesia, Satryo paham betul, perlu ada road map yang tepat. Usulan pria berlabel profesor ini, adalah menciptakan lokasi khusus, terisolasi, terbatas, bisa lokasi wisata, untuk mengembangkan budaya baru bersama kendaraan listrik.
Jadi, konsepnya khusus di wilayah itu, semua moda transportasi yang digunakan, baik mobil, sepeda motor, bus, berteknologi EV. Tenaga listrik yang dikonsumsi oleh kendaraan itu, juga diproduksi dari energi terbarukan, bisa sel tenaga surya atau yang lain. Intinya, khusus di wilayah itu tidak menggunakan bahan bakar fosil.
“Bali misalnya, mungkin tidak semua daerahnya, Nusa Dua saja misalnya. Lokasi ini juga akan ada sidang dunia tahunan, kita bisa buat itu. Atau daerah lain Mandalika di Lombok, juga bisa. Bisa di mana saja, lokasi yang bisa diisolasi, punya daya tarik dan peran,” kata Satryo.
Dari lokasi ini, proyek percontohan ini bisa kemudian diterapkan di daerah dengan lingkup lingkungan yang lebih luas. Sesuai alasan utama program ini bergulir, adalah upaya Indonesia menurunkan kadar emisi gas buang lewat teknologi.
“Saya melihatnya tidak feasible semua kendaraan nanti harus mobil listrik. Tetapi, yang mesin konvensional, harus mengubah konsumsi bahan bakarnya. Bisa pakai bio fuel atau bio diesel, jadi emisi jadi lebih bersih,” kata pria yang juga putra sulung Pahlawan Nasional Soemantri Brojonegoro ini.
Baca juga : Budaya Kendaraan Listrik Dimulai dari Kampus
Bukan Jadi Penonton
Selain menciptakan budaya baru kendaraan listrik, Program Percepatan Pengembangan Kendaraan Listrik juga mau menciptakan kesempatan baru bagi Indonesia dalam hal kemajuan teknologi. Bicara kendaraan listrik, salah satu komponen utama yang krusial adalah teknologi pengembangan baterai.
Lewat penguasaan teknologi baterai, Indonesia bukan hanya menjadi pasar dan negara perakit saja, tetapi juga ikut memasok ke dunia. Saat ini, mobil listrik yang sudah dipasarkan secara massal jumlahnya masih terbatas, misalnya Nissan Leaf, Tesla Model S, Model 3, BMW i3, dan semuanya menggunakan baterai lithium ion.
Saat ini, China menjadi produsen lithium terbesar di dunia, sehingga mendorong kemajuan kendaraan listrik menjadi pesat. Selain itu, isu polusi udara yang sudah akut, membuat pemerintah negeri panda menggenjot populasi kendaraan listrik dan menggeser mobil bermesin konvensional, sistem pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE).
“Pola pikir kita harus berubah, sumber daya banyak di Indonesia. Banyak, tetapi harus diolah dulu. Perlu dibangun smelter-smelter lithium, kobalt, dan mangan, tiga bahan baku utama membuat baterai mobil listrik,” kata Satryo.
Baca juga : Era Kendaraan Listrik di Indonesia Jangan Sekadar Regulasi
Satyro menjelaskan, salah satu lokasi di Indonesia yang memiliki potensi kandungan lithium besar terdapat di Bangka Belitung. “Di sana timahnya banyak. Kalau ditambang timah itu, kemudian melalui proses pemurnian yang cukup baik, produk paling akhirnya itu bisa dapat lithium. Di Sulawesi Tenggara, kita ada tambang nikel, di dalamnya terkandung kobalt,” ucap kakak kandung Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Untuk mengelola sumber daya alam baru ini, pemerintah Indonesia juga membuka kesempatan bagi investor manapun yang tertarik. Namun, menggandeng negara yang paling maju dalam pengembangan baterai dan juga punya bahan baku, bisa menjadi opsi yang ideal (China). Sambil menyiapkan budaya kendaraan listrik, jika sumber daya alam baterai bisa dikuasai, maka Indonesia bisa jadi salah satu pemain utama di dunia nantinya.
Kondisi lingkungan Indonesia juga dianggap belum ideal bagi kendaraan listrik, karena karakter demografi dan cuaca yang berbeda dengan negara lain. Kondisi cuaca panas, udara lembab, tingkat kemacetan jalan, semua faktor lain harus masuk dalam penelitian, dalam menemukan karakter baterai yang ideal buat Indonesia.
“Industri baterai ini masih sangat berkembang. Mitsubishi di Kyoto saja, mempekerjakan 800 peneliti untuk baterai dalam satu perusahaan. Jadi banyak sekali variasinya, tidak bisa ditanggung satu pihak saja,” ucap Satryo, menutup pembicaraan.
Mudah-mudahan obrolan singkat ini bisa sedikit menjawab rasa penasaran pembaca KOMPAS.com, soal arah kebijakan Program Mobil Listrik besutan Pak Presiden Joko Widodo. Mari sama-sama menunggu, langkah konkretnya seperti apa nanti!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.