Jusri Pulubuhu, selaku Training Director JDDC menilai bahwa aksi demikian sangat berpotensi untuk ditiru pengendara atau orang lain. Bila hal ini terjadi, bukan tidak mungkin akan jatuh korban akibat tindakan tersebut.
"Di era teknologi canggih seperi sekarang ini, sangat mudah untuk melihat aksi-aksi seperti ini melalui internet misalnya. Kalau masyarakat yang sudah terpelajar dan mengerti hukum, mungkin tidak akan melakukannya. Tapi, ini juga bisa menjadi inspirasi untuk ditiru orang lain. Maka menurut saya aksi ini harus dihentikan," tegas Jusri saat berbincang dengan KompasOtomotif, Rabu (4/2/2015).
Jusri melanjutkan, JDDC mengajarkan defensif dalam berkendara untuk meningkatkan kemampuan mengemudi yang paling aman. "Bila kita tahu ada pelanggaran, misalnya disalip dari bahu jalan, lalu kita halangi dan terjadi tabrakan. Maka yang rugi adalah kedua belah pihak. Tidak ada yang untung dari sebuah kasus kecelakaan. Mengemudi secara defensif adalah cara untuk menghindari hal-hal tersebut," papar Jusri.
Diakui bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia terampil membawa mobil atau kendaraan. Tapi ketrampilan ini didapat dari pengalaman yang minim edukasi. Ini bermuara sampai ke tingkat pelanggaran dan bisa berakibat kecelakaan.
"Indonesia ini gudangnya pengendara hebat, mereka jago-jago dalam mengemudi. Tapi mereka tidak sadar kalau cara berkendara dia itu salah dan merugikan orang lain. Inilah yang saya sebut minim edukasi, karena mereka bisa jago dari pengalaman bukan pembekalan cara berkendara yang baik dan aman seperti yang sudah diterapkan di negara maju," tutup Jusri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.