Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
"Succes Story" Presiden Direktur Nissan Motor Indonesia Stephanus Ardianto

Perjuangan Saat Krisis Moneter Jadi Bekal Menapaki Karier Menuju Presdir Nissan

Kompas.com - 09/01/2015, 15:33 WIB
Azwar Ferdian

Penulis

Kehidupan ini sangat indah. Tak semua perjalanan hidup manusia berjalan dengan mulus. Tentu banyak rintangan dan hambatan dalam meraihnya. Kuncinya adalah kesabaran, keteguhan hati, memiliki prinsip yang kuat, jujur, apa adanya, dan selalu melakukan inovasi. Di balik kesuksesan seseorang, ada kisah-kisah mengharukan dan menyedihkan. Semua itu adalah proses yang harus dilalui. Mulai hari ini, Kompas.com menurunkan serial artikel "Success Story" tentang perjalanan tokoh yang inspiratif. Semoga pembaca bisa memetik makna di balik kisah.

Jakarta, KompasOtomotif -
Nissan Motor Indonesia (NMI) menjadi salah satu pabrikan otomotif besar di Tanah Air. Sejarah panjang sudah dilalui Nissan Indonesia, hingga mampu bertahan di ketatnya persaingan industri kendaraan bermotor. Di balik perjalanan Nissan tersebut, ada sosok-sosok bertangan dingin yang mampu membawa pabrikan asal Jepang ini berkembang, salah satunya adalah Stephanus Ardianto.

Stephanus Ardianto kini menduduki posisi tertinggi di NMI dengan menjabat sebagai presiden direktur. Pengalaman dan perjalanan panjang harus dilalui oleh pria yang akrab disapa Steve ini hingga akhirnya bisa duduk di top manajemen. Dalam perjalanan karier tersebut, banyak pelajaran yang bisa dipetik bahwa memang tidak mudah untuk bisa sukses, dan diperlukan prinsip-prinsip utama dalam bekerja.

Dino Oktaviano/Kompas.com Presiden Direktur Nissan Motor Indonesia (NMI), Stephanus Ardianto
Tipikal urban

Pria kelahiran 20 Mei 1968 di Surabaya ini sedikit bercerita tentang masa kecil di Manado, Sulawesi Utara. Sejak kecil dirinya sudah bergelut dengan kemandirian dan hidup dengan tipikal urbanisasi. Pindah-pindah adalah hal yang biasa dirasakannya.

"Saya numpang lahir di Surabaya, besar di Sulawesi Utara, Manado sampai lulus SMP. Lalu masuk SMA saya putuskan pindah ke Malang, Jawa Timur, dan kost di sana. Sejak SMA berarti saya sudah merasakan hidup sendiri dan harus mandiri," jelas Steve saat berbincang dengan KompasOtomotif.

Lulus SMA di Malang, Steve langsung melanjutan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di ITS Surabaya, dengan mengambil jurusan marine engineering yang belajar tentang permesinan di bangunan lepas pantai dan kapal laut. Namun sejak kecil Steve mengaku sudah suka dengan mobil.

"Kuliah di ITS angkatan 1987 dan lulus 1992. Setahun kemudian di 1993 pindah ke Jakarta buat cari kerja. Pertama kali kerja di pabrik kontainer dan sempat juga bergabung dengan produsen Korea Selatan, Daweoo Group. Tapi saat itu Daweoo juga gak jalan, akhirnya saya coba melamar ke Suzuki, karena waktu itu Suzuki adalah pabrikan besar," lanjut Steve.

Ternyata, Steve melanjutkan, saat itu Suzuki sedang tidak ada lowongan dan ditawarkan untuk masuk Nissan. "Nissan masih sebuah perusahaan kecil yang baru jualan Terrano, dan akhirnya saya resmi bergabung dengan Nissan di 1996."

Pengalaman kerja Steve di Nissan benar-benar dimulai dari bawah. Pertama kali langsung memegang kontrol inventaris dan perencanaan produk. Tapi meski menjadi hal baru, Steve mengaku cukup tertarik dengan Nissan sebagai perusahaan lokal yang memiliki perkembangan pesat.

"Tahun pertama cukup menarik. Nissan adalah lokal company dan sedang berkembang. Kita baru jualan Teranno, dan meluncurkan Serena serta taksi Sunny. Lalu bikin pabrik baru di Cikampek dan sudah punya pabrik lama di Ancol."

Hantaman krisis moneter

Sedang menikmati perkembangan perusahaan, situasi pelik harus dilalui Stephanus Ardianto. Kondisi Indonesia di tahun 1998 dilanda krisis moneter, padahal volume penjualan Nissan di 1997 sedang naik 1.000 unit. Badai krisis menghantam semua sektor, termasuk Nissan yang ikut dilanda krisis.

"Volume naik 1.000 unit di 1997, hanya saja ada krismon pada 1998. Akhirnya berhenti produksi selama 1,5 tahun sampai 2000 kita bisa mulai lagi. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kondisi krisis. Meski kita stres kerja karena banyak masalah, ternyata lebih stres kalau nganggur gak ada kerjaan, karena krismon. Sangat jadi pelajaran kalau kita ingat masa itu dan kita jadi menghargai apa yang kita punyai," kenang Steve.

Diceritakan, pada saat itu Steve punya anak buah 11, dengan terpaksa 10 orang harus dirumahkan. Tinggal sisa satu orang dan dirinya berpikir untuk bertahan. "Waktu itu kita bisa tetap bertahan karena ada ekspor. Buat saya pengalaman beharga adalah bagaimana kita melewati masa krisis tahun 1998," lanjutnya

Steve mengumpulkan segala macam cara dan kreativitas untuk bisa tetap survive. Hanya mengandalkan purna jual dan ekspor buat mendapatkan income. "Nissan kerja sama dengan Jepang untuk bisa ekspor komponen, dan bisa ekspor Nissan Sunny ke India. walaupun tidak besar tapi sangat berarti bagi kita. Poinnya adalah semangat pantang menyerah dengan memanfaatkan semua kesempatan yang ada," tegas Steve yang saat krisis sudah menjabat sebagai manajer untuk urusan ekspor-impor, purchasing serta perencanaan produk dan kontrol.

Tahun 2000 Nissan mulai bangkit lagi dan 2001, Nissan Group dari Jepang ikut masuk. Steve punya andil besar dengan kebangkitan NMI, dengan menciptakan produk unggulan Grand Livina. Bagaimana kelanjutkan kisahnya, ikuti terus perjuangan seorang Stephanus Ardianto bersama Nissan Motor Indonesia di KompasOtomotif.  Bersambung

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau