JAKARTA, KOMPAS.com - Menyalip kendaraan baik mobil atau sepeda motor perlu pemahaman yang tepat. Sebab menyalip merupakan aksi yang menuntut berbagai kebijakan.
Praktisi Keselamatan Jalan Raya dan juga Founder dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengingatkan, menyalip merupakan kontributor terbesar kecelakaan di jalan raya.
“Kontibutor kecelakaan terbesar yaitu terjadi saat menyalip. Harap dicatat itu,” kata Jusri kepada Kompas.com, Senin (26/8/2024).
Untuk itu kata Jusri, dari seluruh rambu larangan yang ada di jalan umum, paling banyak ialah rambu dilarang menyalip.
“Coba saja dilihat, ada larangan dilarang menyalip di garis solid, dilarang menyalip di perempatan jalan, dilarang menyalip di tikungan, dilarang menyalip di tanjakan dan turunan, di jembatan, di depan sekolah, di depan rumah sakit, kantor polisi dan lain-lain,” katanya.
“Banyak sekali aturan mengenai larangan menyalip. Bahkan ada aturan dilarang menyalip ambulans yang sedang bekerja mengantar pasien. Banyak sekali, lebih dari 15 aturan dibanding yang lain,” ujar Jusri.
Untuk itu kata Jusri, pengemudi harus memahami rumus PDA yaitu Penting, Dibenarkan, dan Aman ketika akan menyalip.
“Pertama penting atau perlu untuk menyalip. Kalau tidak perlu, ya jangan menyalip, sudah jelas sangat berbahaya kalau ingin mendahului ini,” ucapnya.
Kedua, ketika akan menyalip pastikan marka jalan, lokasi bukan di belokan, jalan menanjak atau menurun.
Terakhir, biasakan mengecek, jika dalam keadaan penting dan lokasi dibenarkan untuk menyalip pastikan situasinya aman.
“Kebiasaan ini harus dinilai oleh pengemudi. Alasannya karena mendahului kendaraan lain sangat berbahaya,” kata Jusri.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/08/27/082200515/rambu-lalu-lintas-ini-paling-banyak-di-jalan