Melalui perubahan tersebut, perusahaan otomotif yang sudah memenuhi syarat dapat mengimpor mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV) secara utuh atau completely built-up (CBU) tanpa biaya bea masuk dan dibebaskan PPnBM serta pajak daerah.
Akan tetapi, bukan berarti perusahaan terkait bebas mengimpor mobil. Sebab, pada salah satu beleidnya, pabrikan harus membangun fasilitas manufaktur dan/atau meningkatkan produksi mobil listrik selama periode impor atau akhir 2025.
Salah satu pabrikan yang menikmati kebijakan tersebut adalah BYD Indonesia. Seperti diketahui saat ini BYD menjual kendaraan listrik dengan harga yang terjangkau, dimulai dari Rp 300 jutaan.
Kalau insentif tersebut sudah tidak diberlakukan, otomatis harga kendaraan listrik CBU tentu akan mengalami penyesuaian.
Kendati demikian, BYD Indonesia memastikan bahwa kendaraannya tidak akan mengalami kenaikan harga meski insentif bebas impor mobil listrik sudah tidak diberlakukan.
“Sebenarnya BYD bukan spesifik pemanfaatan insentif impor, karena BYD adalah kegiatan penetrasi market berbasis investasi. Kita mensimulasikan harga sekarang dengan kondisi lokal produksi. Jadi tidak ada perbedaan (harga), ada manufaktur atau tidak ada manufaktur,” ucap Head of Marketing Communication PT BYD Motor Indonesia Luther T Panjaitan, Kamis (26/7/2024).
Seperti diketahui, BYD saat ini sedang membangun fasilitas perakitan dalam negeri di Jawa Barat yang ditargetkan selesai pada akhir 2025. Disebutkan bahwa fasilitas pabrik BYD itu akan berdiri di lahan sekitar 109 hektar (ha).
Namun, belum diketahui secara pasti model apa saja yang akan diproduksi di pabrik tersebut.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/07/26/174100515/byd-pastikan-harga-mobilnya-tidak-naik-dalam-waktu-dekat