JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan program bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) akan dikembangkan secara masif.
Hal tersebut dikarenakan Indonesia memiliki lahan perkebunan tebu yang luas untuk dijadikan sebagai sumber dayanya.
"Pengembangan bahan bakar nabati yang terbarukan dan terbukti dapat meningkatkan perekonomian rakyat kecil. Ini sesuatu yang bagus dan sudah ada contohnya di beberapa negara tropis seperti di Brazil," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam keterangan resmi, Senin (17/7/2023).
Ia melanjutkan, saat ini pengembangan bioetanol sebentar lagi memasuki pilot project untuk menghitung kualitas bahan bakar yang dihasilkan dan nilai keekonomiannya.
Pasalnya, pengembangan jenis bahan bakar baru ramah lingkungan harus melalui serangkaian tahapan dan pengujian agar dipastikan layak digunakan masyarakat, serta bisa diproduksi secara massal.
Menurutnya, setelah pilot project baru akan ada penambahan produksi (scale up). Kemudian diuji keekonomiannya termasuk melalui free marketing. Uji coba ini untuk mengetahui respons pasar terhadap produk tersebut.
"Uji coba dulu respon dari masyarakat baik atau tidak kemudian kualitasnya bagus atau tidak dan memang harus ada tahap-tahapan seperti itu," ujar Arifin.
"Dan jika sudah skala besar, kita akan bangun industrinya. Pasti kita harus menuju ke sana karena kita masih punya lahan yang luas," kata dia.
Sementara itu, Tim Studi Bioetanol ITB telah melakukan kajian pencampuran etanol 5 persen ke dalam Pertalite (RON 90) menjadi kualitas sama dengan Pertamax (RON 92).
Berdasarkan studi tersebt, potensi hilirisasi bioetanol berbasis tebu membuka peluang menciptakan ketahanan energi melalui pengurangan ketergantungan impor bahan bakar minyak nasional, sekaligus menciptakan bauran energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.
Hasil riset ITB itu juga menunjukkan Indonesia telah menghemat devisa sebesar 2,6 miliar dollar AS dari substitusi impor diesel melalui program Biodiesel kelapa sawit.
Di sisi lain, Indonesia diproyeksikan akan mengimpor hingga 35.6 juta kiloliter pada tahun 2040, atau hampir dua kali lipat dari jumlah impor bahan bakar minyak tahun 2021.
Dengan program bioetanol sebagai bahan campuran BBM, dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.
Manfaat lain bioetanol juga adalah potensi pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 43 persen termasuk CO2, NOx dan Partikel PM2,5, dan meningkatkan bauran energi terbarukan Indonesia yang ditargetkan mencapai 23 persen pada tahun 2025.
Penurunan emisi dapat terjadi karena etanol sebagai gasohol memiliki nilai oktan sebesar (RON) 128, sehingga pencampuran dengan bensin akan meningkatkan kadar oktan dan kualitas pembakaran BBM.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/07/17/183100515/bukan-program-sesaat-pemerintah-pastikan-pengembangan-bioetanol