Namun demikian, banyak pengemudi yang mengabaikan dan terkesan egois, tidak mau mengalah.
Untuk menaklukkan tanjakan, menurut dia, pengemudi dari bawah membutuhkan persiapan tenaga yang sesuai beban berat muatan kendaraan.
Bila jaraknya terbatas, ia khawatir, malah berhenti di tanjakan bahkan meluncur ke belakang.
"Wajib berhenti yang dari atas. Kita nanjak butuh momentum, enggak mungkin haluan dapat dan mesin pasti mampu. Itu malah mengancam keselamatan pengendara yang menanjak," kata Sony.
Selain gagal menanjak, Sony juga mengingatkan, pentingnya jaga jarak aman selama mengantre di tanjakan.
Alasannya tentu faktor keamanan, sebab kata dia, saat awalan mendaki, kendaraan bisa terhambat gaya gravitasi. Sebaiknya, diberikan jarak aman bila harus mendahului atau menghindari tertabrak kendaraan lainnya.
"Pasti ada risiko mundur, walaupun sepersekian cm. Kendaraan di belakang kan bisa mendahului bila di depannya tidak kuat menanjak," kata Sony.
Pada peraturan, sebagaimana yang diatur Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam pasal 111 disebutkan, kendaraan yang menanjak wajib diberi kesempatan untuk maju lebih dulu oleh kendaraan yang berjalan menurun di lajur berlawanan.
Founder & Training Director Jakarta Defensive Driving and Consulting Jusri Pulubuhu mengingatkan, pengemudi kendaraan apa pun diwajibkan saling berkomunikasi menggunakan isyarat lampu dan sebagainya saat di tanjakan.
"Saling memberikan isyarat, bisa bunyi klakson atau lampu high beam, agar kendaraan dari atas mengetahui adanya kendaraan lainnya. Biar, memberikan kesempatan yang nanjak lebih dahulu," kata Jusri.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/03/02/171200615/jangan-egois-kasih-kesempatan-kendaraan-lain-saat-di-tanjakan