JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk menerapkan kebijakan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan Ibu Kota untuk mengurai kepadatan dan kemacetan jalan.
Kebijakan itu tertuang dalam draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik, yang ditetapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dan diundangkan oleh Sekretaris DKI Jakarta Marullah Matali.
Soal waktu pelaksanaan, dijelaskan kebijakan tersebut bakal berlaku di ruas jalan dan pada waktu tertentu melalui studi berdasarkan kondisi jalan dan lalu lintas, seperti yang dituliskan pada Pasal 10 Ayat (1).
“Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik pada Kawasan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik diberlakukan setiap hari dimulai pukul 05.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB,” demikian bunyi Pasal 10 Ayat (1).
Dalam draft tersebut dijelaskan secara rinci definisi, pengawasan, penanggung jawab, ruas jalan, jenis kendaraan yang dibatasi, jam berlaku, sampai sanksinya.
Sanksi pelanggaran tercantum dalam Pasal 16, dalam Ayat 1 disebutkan bahwa pelanggar ERP akan dikenai denda sebanyak 10 kali lipat dari tarif normal. Kemudian pada Ayat 2 dendanya akan dibayarkan ke rekening kas daerah.
Pasal 16:
Saat ini belum ditentukan berapa besaran tarif jalan ERP. Namun sebelumnya, Kepala Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik Dinas Perhubungan DKI Jakarta Zulkifli mengatakan, penerapan ERP atau jalan berbayar dilakukan secara bertahap.
Penerapan ERP ditargetkan bisa dimulai pada 2023 yang diuji cobakan ke titik tertentu dahulu seperti Bundaran HI sepanjang 6,12 Km.
Dishub DKI juga telah mengusulkan besaran tarif ERP berkisar Rp 5.000 sampai Rp 19.900 untuk sekali melintas.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/01/10/072200615/nekat-langgar-erp-di-jakarta-mesti-bayar-10-kali-tarif-normal