JAKARTA, KOMPAS.com – Penerapan tilang elektronik di sejumlah daerah telah memicu pelanggaran lalu lintas para pengguna jalan. Salah satunya, mencopot Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) atau pelat nomor kendaraan.
Kakorlantas Polri Irjen Firman Shantyabudi mengingatkan kepada semua pengendara agar tidak mencopot pelat nomor.
Menuru dia, sejak Polri menerapkan ETLE, ada beberapa anggota masyarakat yang sengaja mencopot pelat kendaraannya atau menggantinya dengan yang palsu untuk menghindari tilang elektonik.
"Saya juga mengajak kepada teman-teman saya yang lain, jadi kalau nanti teman-teman, moga-moga enggak ada ya di sini yang tidak pakai pelat nomor belakangnya. Mohon maaf kalau nanti disetop,” ucap Firman, Selasa (3/1/2023).
“Jangan-jangan pelaku begal, salah enggak polisi? Yang penting kita enggak nuduh. Ya pasang saja itu, kita ajak untuk tertib," kata dia.
Menanggapi hal ini, pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, mengatakan, fenomena pengendara mencopot TNKB harus menjadi perhatian serius dan tindakan tegas dari aparat kepolisian.
“Pencopotan pelat nomor dengan alasan untuk menghindari jepretan kamera ETLE dari perspektif hukum jelas tidak bisa diterima dan saya anggap sebagai pelanggaran serius,” ujar Budiyanto dalam keterangan tertulis (4/1/2023).
Menurut dia, pelanggaran tidak memasang pelat nomor pada kendaraan bukan saja sebagai pelanggaran serius, melainkan juga dapat digunakan untuk perbuatan melawan hukum lainnya.
“Misalnya pembegalan dan perbuatan melawan hukum lainnya. Ada efek domino dari pelanggaran lalu lintas yang kemungkinan membuka ruang untuk melakukan kejahatan,” ucap Budiyanto.
Ia menjelaskan, mencopot pelat nomor adalah pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur dalam Pasal 280 Undang-Undang No 22 Tahun 2009.
Pelaku bisa dipidana dengan ancaman pidana kurungan selama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Sementara itu, mengacu pada Pasal 36 pada Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2012 tentang pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas.
Kendaraan bermotor dapat dilakukan penyitaan oleh petugas sampai ada penetapan putusan terhadap pelanggaran yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Setelah ada putusan dari pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap dan pelanggar sampai dengan memenuhi kewajiban hukum membayar denda tilang dikuatkan bukti pembayaran,” kata Budiyanto.
“Sesuai dengan hukum acara, barang bukti dapat dikembalikan ke pemiliknya dengan syarat TNKB harus dipasang dulu. Proses ini merupakan bentuk edukasi dan sekaligus proses penegakan hukum untuk menanamkan dan membangun disiplin berlalu lintas,” ujar dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/01/05/071200015/pengendara-yang-copot-pelat-nomor-bisa-kena-denda-rp-500000