SOLO, KOMPAS.com - Eksistensi terminal bayangan kerap menyulitkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam melakukan pendataan lalu lintas bus di Indonesia.
Dengan adanya terminal bayangan, berbagai perusahaan otobus (PO) melakukan aktivitas menaikturunkan penumpang di lokasi tersebut dan tidak memanfaatkan terminal utama yang sudah ada.
Akibatnya, monitoring dan pendataan bus yang keluar masuk di suatu daerah menjadi tidak optimal. Lalu lintas dan administrasi angkutan penumpang massal ini pun juga jadi tidak teratur karena ketiadaan pengawasan dari pihak yang berwenang.
"Terminal bayangan muncul karena sejumlah faktor dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, seperti faktor kedekatan dengan pemukiman," ucap Kasubbag Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pitra Setiawan kepada Kompas.com, Kamis (27/1/2022).
"Namun perlu diingat tidak semua faktor tersebut bisa terpenuhi. Contohnya terminal bayangan Terboyo di Semarang yang rawan banjir. Ini berarti faktor kebutuhan berupa kenyamanan tidak ada," kata ia melanjutkan.
Pitra menjelaskan, faktor kedekatan lokasi dengan masyarakat memang berperan penting dalam kemunculan terminal bayangan. Terlebih di sejumlah daerah, lokasi terminal utama seperti terminal tipe A dianggap jauh dari pemukiman.
Ia mengatakan, pada dasarnya Kementerian Perhubungan berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang transportasi.
Oleh sebab itu, apabila ada terminal bayangan yang dinilai bisa memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa menghilangkan sejumlah faktor penting lainnya, maka terminal bayangan tersebut bisa dilegalkan. Namun dengan catatan operasionalnya tetap diawasi secara ketat.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/01/28/131200515/ini-penyebab-bisa-muncul-terminal-bayangan