JAKARTA, KOMPAS.com - Penjualan mobil bekas diklaim sejumlah pedagang mulai menunjukkan tren kenaikan, setelah mengalami penurunan cukup signifikan di awal pandemi Covid-19.
Meningkatnya angka penjualan ini seperti yang terjadi di wilayah DKI Jakarta. Adanya penerapan aturan ganjil genap disinyalir menjadi salah satu penyebab banyaknya masyarakat membeli kendaraan roda empat seken.
Adanya peningkatan ini pun berimbas pada harga mobil yang ada di pasaran. Senior Manager Marketing Bursa Mobil Bekas WTC Mangga Dua Herjanto Kosasih membenarkan adanya kenaikan penjualan mobil bekas. Hanya saja, dia tidak bisa menyebutkan secara rinci berapa persentasi kenaikan yang terjadi.
“Saya tidak menyebutkan berapa persen peningkatannya, sekarang ini kami tidak main persentase,” ujarnya kepada Kompas.com belum lama ini.
Dengan adanya peningkatan angka penjualan ini, Herjanto mengatakan, harga mobil seken pun terkerek hingga jutaan rupiah.
“Jelas harga-harga mobil juga mulai naik, yang dulunya harganya Rp 50an juta sekarang naik menjadi Rp 60an sampai Rp 70an juta,” katanya.
Tetapi, Herjanto menambahkan, untuk mobil bekas yang banyak diminati oleh calon konsumen adalah yang harganya di bawah Rp 100 juta.
“Pokoknya yang harganya di bawah Rp 100 juta pasti laku, tidak peduli modelnya apa, mau SUV, MPV sedan, city car pokoknya di bawah Rp 100 juta,” tuturnya.
Sedangkan untuk mobil bekas di atas Rp 100 juta, Herjanto mengatakan, tidak ada peminatnya. Sehingga membuat keberadaan mobil seken dengan harga lebih dari Rp 100 juta tidak laku.
“Bukan sepi peminatnya, tetapi tidak laku kalau harga di atas Rp 100 juta,” katanya.
Hal yang sama diungkapkan oleh pemilik showroom mobil bekas XL AHM Autocars Hadi Cahyono.
Untuk beberapa tipe mobil memang mengalami kenaikan meskipun tidak seberapa.
“Dibandingkan dengan harga sebelum new normal sekarang sudah ada kenaikan. Tetapi kalau dibandingkan saat normal atau sebelum pandemi masih di bawahnya,” kata Hadi.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/08/13/130200615/harga-mobil-bekas-diklaim-mulai-naik-lagi-ini-penyebabnya