JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam dunia modifikasi kendaraan bermotor, ada anggapan bahwa penggunaan pelek buatan China bisa merugikan pemilik, baik dalam jangka waktu menengah sampai panjang.
Hal ini dikarenakan kualitas komponen lebih rendah dibanding produksi dari Korea Selatan, Jepang, ataupun Amerika Serikat. Dampaknya, pelek cepat mengalami kerusakan atau mengikis bagian lain.
Benarkah demikian? Wibowo Santosa, pemilik Permaisuri Ban, toko pelek dan ban ternama di Jalan Mahakam Jakarta Selatan, menyatakan bahwa hal tersebut mitos atau tidak benar.
"Sejatinya, yang patut dihindari ialah pelek replika atau jiplakan, yang produksi atau aplikasinya tidak tepat. Kemudian, bukan berarti pelek made in China itu replika, semua tergantung siapa yang memproduksinya," kata dia kepada Kompas.com, belum lama ini.
"Pelek replika itu bisa saja buatan negara mana saja. Namun karena steriotipe-nya masih kuat jadi dinilai seperti itu," ujar Wibowo.
Wibowo menyebut, saat ini banyak merek pelek ternama yang kerap memproduksi sebagian produknya di China untuk mengurangi beban biaya dan kemudahan distribusi.
"Selain karena cost of production, itu juga karena proses pembuatan di sana dengan cara tertentu. Mereka punya mesin yang lebih modern, seperti untuk cara flowform atau finishing di bagian chrome," ujarnya.
Hal serupa dinyatakan salah satu modifikator rumahan Hengky dari Kandas Genk. Menurutnya, yang patut diperhatikan adalah pelek replika bukan semata-mata asal produksinya saja.
"Tetapi, mengidentifikasi pelek replika itu sulit. Oleh karenanya kerap muncul wacana tersebut, mengingat harga pelek itu tidak murah,"kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/04/13/161847815/pelek-buatan-china-berkualitas-rendah-mitos-atau-fakta