JAKARTA, KOMPAS.com - Chevrolet merupakan salah satu produsen otomotif yang punya jasa besar di Indonesia. Pabrikan asal Amerika Serikat (AS) tersebut sudah berkontribusi terhadap Indonesia sejak 1920.
Pada zaman itu, Chevrolet yang langsung di bawah naungan General Motors (GM) cukup berjaya. Pabrik pertamanya di Tanjung Priok selalu 'ngebul' untuk memproduksi mobil berkualitas yang nantinya digunakan oleh kaum ningrat di Hinda Belanda (belum menggunakan nama Indonesia).
Kemudian pada 1938, pabrik itu ditambah kapasitasnya guna memenuhi permintaan. GM juga mulai membuka sejumlah diler resmi di beberapa kota besar untuk menawarkan merek Chevrolet, Pontiac, Cadillac, hingga Buick.
Setelah Indonesia merdeka, tepatnya di pertengahan 1950, GM harus rela melepas pabrik utama tersebut karena beberapa hal. Satu diantaranya ialah karena permintaan atas kendaraan murah yang tahan lama mulai tinggi. Pada periode ini pula, produsen mobil dari Jepang mulai menjajaki bisnisnya.
Merek Chevrolet dan Opel, sebagaimana dilansir Reuters, pada akhirnya berpindah tangan ke PT Garmak Motor di 1970, sebuah perusahaan milik adik tiri Soeharto, Probosutedjo.
Singkat cerita, 60 persen kepemilikan Gamak Motor kemudian diambil alih dan berganti nama menjadi GM Indonesia di 1993. Mereka lantas mendirikan pabrik kembali di Bekasi dan memproduksi Opel Blazer dan Chevrolet model Blazer. Mobil bertanding langsung dengan Toyota Kijang.
Sayangnya, usaha GM tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penjualannya terus mengalami pelemahan sampai memasuki tahun 2000-an dan berujung penutupan pabrik pada 2005.
Tepat pada saat industri otomotif Indonesia mulai bertumbuh signifikan, Chevrolet kembali bangkit dengan memproduksi Spin secara lokal di 2013. Langkah tersebut terbilang begitu tepat karena pasar Low MPV memiliki kue yang besar.
Selama satu tahun dipasarkan, penjualan spin mencapai 10.943 unit. Meski kemudian mengalami pelemahan di 2014 menjadi 7.475 unit. Performa tersebut banyak dipengaruhi dari pertumbuhan program low cost green car (LCGC) yang digagas pemerintah Indonesia pada 2012.
Hingga pada 2015, GM Indonesia kembali menutup pabrik Chevrolet sekaligus menghentikan produksi Spin secara lokal. Saat itu, penjualannya hanya mencapai 3.552 unit.
GM Indonesia berjuang keras untuk mempertahankan Chevrolet di pasar Indonesia dengan hanya berjualan secara impor dari Korea Selatan dan Thailand. Ada juga model yang langsung dibawa dari Amerika Serikat.
Tetapi, dominasi pabrikan Jepang tidak bisa dibendung. Dua tahun terakhir yakni 2017 - 2018, penjualan Chevrolet hanya sebesar 3.500 unit dan 2.509 unit. Pada periode ini pula, banyak model Chevrolet mulai hilang, salah satunya Captiva.
Masa-masa sulit Chevrolet ditambah kembali dengan inisiasi pemerintah yang secara terang-terangan membatasi impor kendaraan bermotor untuk menjaga neraca perdagangan Indonesia. Serta, adanya kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dan melemahnya nilai Rupiah terhadap Dolar AS.
"General Motors telah mempelajari berbagai opsi untuk kegiatan bisnis di Indonesia. Di Indonesia, kami tidak memiliki segmen pasar otomotif yang dapat memberikan keuntungan berkesinambungan," kata President GM Asia Tenggara, Hector Villarreal.
Selama sembilan bulan terakhir, distribusi Chevrolet tercatat hanya mencapai 970 unit. Model yang ditawarkan pun hanya empat yakni Spark, Trax, Trailblazer, serta pikap Colorado.
Kini, GM kembali mengumumkan untuk menghentikan penjualan Chevrolet di Indonesia mulai Maret 2020 mendatang. "Sampai saat ini, kita belum ada rencana untuk kembali (sekalipun di 2025)," ujar Yuniadi Haksono Hartono, External Affairs and Communications Director GM Indonesia saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
https://otomotif.kompas.com/read/2019/10/29/140200215/perjuangan-panjang-chevrolet-di-pasar-otomotif-indonesia