JAKARTA, KOMPAS.com - Terobosan, itulah hal yang pertama KompasOtomotif rasakan saat berkendara dengan Ducati Scrambler Sixty2. Bermodal tampang klasik moderen bergaya scrambler yang sedang naik daun, motor ini cukup ''membetot'' perhatian orang di jalan.
KompasOtomotif mengerti bahwa desain adalah soal selera. Namun melihat tren global termasuk di Indonesia yang sedang gandrung motor custom, sosoknya merupakan terobosan bagi Ducati yang sudah lama hanya bermain di segmen motor sport dan naked.
Lebih dari sekadar penampilan, Sixty2 juga menawarkan hal yang berbeda dari citra Ducati selama ini. Motor yang namanya diambil dari tahun pertama Ducati meluncurkan scrambler yakni pada 1962 itu lahir sebagai "jembatan" yang mengincar pemain pemula.
Sixty2 hanya mengusung jantung 400cc, atau setengah dari kakaknya yakni Scrambler 800. Kendati demikian itulah kekuatannya. Dari banderol harganya jelas di bawah kakaknya, dan dari sisi pengendalian masih cocok untuk harian.
Jika model-model yang lebih besar, contohnya Multistrada, Panigale atau Ducati Monster seperti kurang tepat untuk melibas kota besar Jakarta yang dirundung macet, maka Sixty2 bisa jadi jalan keluar antara hobi dan tuntutan.
Tinggi jok 790 mm dan bisa disesuaikan dengan 770 mm posisi duduknya masih nyaman buat postur mayoritas orang Indonesia dengan tinggi 165-175 cm. Tinggi jok Sixty2 sebetulnya tidak beda jauh dengan Honda CB150R StreetFire yang mencapai 797 mm.
Ducati Scrambler Sixty2 baru terasa motor gede (moge) karena memiliki bobot 183 kg. Bobotnya lebih berat 9 kg daripada Kawasaki Ninja ABS sebesar 174 kg, atau nyaris 20 kg lebih berat ketimbang Yamaha MT25 yang punya bobot sebesar 165 kg.
Berkat bobot 9 kg lebih berat dari Ninja, tenaga yang dihasilkan juga lebih besar. Jantung pacu 400 cc L-Twin two-valve, Twin-cylinder Desmodromic tersebut menghasilkan 40 tk pada 8,750 rpm dan torsi 34 Nm pada 8.000 rpm.
Torsi galak sudah terbentuk dari putaran bawah. Karakternya cukup agresif untuk merespons bukaan gas. Hanya saja KompasOtomotif memang tidak melakukan pengetesan rinci berapa kecepatannya. Namun sebisa yang dirasakan di jalan raya, motor ini mudah saja diajak berakselerasi.
Dukungan setang tinggi membuat posisi berkendara cukup nyaman. Posisi foot step juga tidak terlalu tinggi membuat dengkul tidak terlalu menekuk. Suspensi belakang yang mengunakan shock adjustable Kayaba cukup nyaman meredam benturan. Bahkan mampu memberikan pengendalian yang stabil ketika melibas tikungan.
Sedikit kompromi yaitu soal panas mesin. Dengan bentuk mesin L-Twin posisi kepala silinder belakang hampir berada di bawah jok motor. Panas yang dilepaskan block head tersebut menguap sampai atas dan dapat dirasakan di paha.
Tetapi untung tidak begitu menyengat seperti moge besar lainnya. Masih wajar dan tidak sepanas saudaranya. Hanya saja panas dari mesin itu tampaknya diserap oleh bagian rangka tengah. Karena jika rangka dipegang cukup panas.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/06/18/182000015/ducati-scrambler-sixty2-moge-yang-cocok-buat-harian