KompasOtomotif - Pada start GP Australia (20/3/2016) lalu, mobil Sebastian Vettel melesat bagai roket. Mengawali balapan dari posisi tiga langsung meninggalkan Hamilton yang berada paling depan dan Nico Rosberg. Kimi Raikkonen, rekan setim Vettel pun tak kalah cepat.
Hal ini menyisakan tanda tanya bagi banyak pengamat F1. Start yang bagus adalah tentang dua hal, kopling atau mesin. Bukan aerodinamik karena kecepatan saat start masih rendah. Tidak pula mechanical setup karena arah start masih lurus.
Konfirmasi akhirnya datang dari Mahle, salah satu perusahaan engineering design untuk internal combustion engine dari Inggris, yang menjadi mitra Ferrari di F1. Jantung pacu Ferrari F1 saat ini ditengarai mengadopsi konsep mesin diesel dan propulsi jet. Tetapi bagaimana bisa? Bukankah diesel tidak cocok untuk balapan dan mesin jet juga bukan untuk kendaraan di darat?
Kelebihan dan kelemahan
Mahle tidak salah. Diesel, walau tidak cocok untuk balapan (kecuali untuk balap ketahanan seperti Lemans) mempunyai banyak kelebihan dibanding mesin bensin. Tiga di antaranya adalah efisiensi pembakaran, ketahanan terhadap efek "ngelitik" (knocking) - bahkan diesel tidak mungkin mengalami knocking - dan kecepatan penyalaan campuran udara bahan-bakarnya lebih cepat dari bensin.
Namun kelebihan diesel ini tidak serta-merta dapat diadopsi pada mesin bensin tanpa ada cacat. Kelemahan utama diesel adalah langkah torak yang panjang (untuk menghasilkan kompresi tinggi karena diesel tidakmemiliki busi untuk penyalaan atau proses pembakaran).
Perbedaan lain antara mesin bensin dan diesel adalah soal sistem pembakaran. Pada mesin bensin, proses pembakaran dilakukan oleh busi. Sedang pada diesel terjadi karena tekanan tinggi (compression ignition). Tantangannya adalah bagaimana menyalakan udara dan bensin yang sudah tercampur di ruang bakar tanpa menggunakan busi.
Tantangan
Jawabannya adalah dengan teknologi jet. Temuan baru yang diadopsi Ferrari itu adalah Turbulent Jet Ignition (TJI). Dinamakan seperti itu karena TJI menggabungkan tiga hal.
Pertama adalah sistem penginjeksian yang menggunakan desain lubang nozzle. Sistem tersebut didesain sedemikian rupa sehingga pola aliran injeksi berturbulensi di ruang bakar. Tujuannya agar bahan bakar yang terinjeksi mampu bercampur secara homogen dengan campuran udara yang terlebih dahulu sudah berada di ruang bakar.
Kedua adalah jet system. Artinya, bahan bakar yang diinjeksi sudah terbakar (karena ada oksigen yang terinjeksi oleh injektor) dan ada busi kecil pada chamber (ruang pembakaran) kecil di ujung injektor tepat sebelum nozzle.
Hal ketiga adalah ignition atau penyalaan. Hasil terinkjeksikannya nyala api dari injektor TJI ini, maka campuran udara bahan bakar di chamber menyala seperti halnya penyalaan busi. Ini menjawab tantangan penyalaan tanpa busi tadi.
Bahkan proses TJI ini jauh lebih baik daripada penyalaan busi (spark-ignited) karena nyala yang tersembur dari nozzle punya tekanan dan kecepatan. TJI inilah yang dimaksud teknologi jet pada mesin F1. Nyala api yang tersembur dari nozzle mirip dengan semburan jet.