Jakarta KompasOtomotif - Ribut-ribut soal pemilik LCGC yang harus minum bensin non-subsidi, mulai peraturan tertulis, sampai muncul wacana soal besaran mulut tangki (nozzle), hingga saat ini belum menemui titik terang. Tidak ada pengawasan, bahkan terkesan mengambang.
Banyak yang beranggapan, ada logika terbalik dengan munculnya LCGC. Dikatakan sejak awal, mobil murah ramah lingkungan ini untuk orang-orang kelas menengah, yang ingin berpindah dari sepeda motor ke mobil. Namun, untuk konsumsi bahan bakar, wajib menggunakan bensin non-subsidi yang harganya dua kali lipat lebih mahal dibanding bensin subsidi.
Teddy Irawan, Vice President of Aftersales, Product & Accessories Planning PT Nissan Motor Indonesia, berkomentar bahwa seharusnya ada ketegasan untuk pengguna mobil, khususnya pemilik LCGC.
"Setahu saya, teknologi pada mobil baru pasti minimal harus menggunakan RON 90-91. Kalau ada yang mengisi di bawah itu, memang kembali ke masing-masing (pengguna). Ada pertimbangan-pertimbangan sendiri yang tidak bisa dikontrol," ujar Teddy di Jakarta, (21/5/2014).
Harus dipaksa?
Wacana baru soal nozzle, Teddy justru menanyakan, sebenarnya yang salah pemilik mobil atau justru mobilnya. "Daripada susah-susah mengontrol, sebenarnya gampang. Kasarnya, sediakan saja bensin premium khusus di SPBU terminal yang hanya untuk taksi, angkot, dan sebagainya," katanya.
Ditambahkan, untuk menegakkan peraturan (jika memang harus dan serius), ada kalanya terdapat unsur "paksa". Misalnya premium khusus hanya untuk sepeda motor, SPBU harus benar-benar dipatok agar bisa dimasuki kendaraan roda dua saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.