JAKARTA, KOMPAS.com - Perilaku main hakim sendiri yang dilakukan massa terhadap terduga pelaku kecelakaan lalu lintas masih kerap dilakukan. Terjadi baru-baru ini di Desa Simpang, Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (11/7/2022) yang lalu.
Diketahui seorang sopir dan penumpang mobil pikap dihakimi setelah kecelakaan terjadi, di mana seorang pengendara sepeda motor menabrak kendaraan pikap yang sedang parkir, akibat sedang memakai HP.
Sejumlah warga kemudian mengeroyok mobil pikap, seorang di antaranya bahkan merusak kaca depan mobil pikap tersebut dengan menggunakan batu.
Baca juga: Aturan dan Etika Membantu Korban Kecelakaan di jalan tol
"Rencananya sopir dan penumpang pick up akan melaporkan aksi main hakim sendiri ke polisi," ucap Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Dian Pornomo seperti dikutip NTMC Polri, Kamis (14/7/2022).
Mengingat maraknya kebiasaan main hakim sendiri, pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto menjelaskan bahwa tidak seharusnya warga emosi sampai main hakim sendiri, bahkan hingga merusak kendaraan.
"Tiap warga negara wajib menjunjung tinggi hukum dan tidak boleh main hakim sendiri. Misalnya, dengan cara merusak kendaraan atau melukai pengemudi kendaraan tersebut," ucap Budiyanto.
Baca juga: Jangan Pasang Stiker Keluarga di Kaca Mobil, Ada Bahaya yang Mengintai
Perlu diingat, seseorang baru akan dinyatakan bersalah setelah mendapat putusan dari pengadilan. Setiap warga negara memiliki kedudukan hukum yang sama, dan wajib mendukung asas praduga tak bersalah.
"Intinya kita negara hukum. Perbuatan main hakim sendiri dengan cara merusak barang atau kendaraan, penganiayaan dan pengeroyokan merupakan perbuatan tidak pidana dan tidak boleh terjadi karena dapat berkonsukensi kepada permasalahan hukum atau tindak pidana baru," ucap dia.
Tindakan perusakan, pengeroyokan dan penganiayaan terhadap terduga pelaku kecelakaan justru termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum yang dapat dijerat pidana hukum. Ketentuannya diatur dalam pasal 170 KUHP.
Pelaku main hakim sendiri yang melanggar pasal tersebut mendapatkan ancaman hukum sebagai berikut:
1. Melakukan tindak kekerasan, diancam hukuman lima tahun enam bulan penjara.
2. Tindakan kekerasan menyebabkan korban luka-luka, ancaman hukumannya tujuh tahun penjara.
3. Mengakibatkan korban luka berat, ancaman hukumannya sembilan tahun penjara.
4. Menganiaya korban hingga tewas, diancam hukuman 12 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.