Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 3 Tips Berkendara Saat Terjebak Demo

Kompas.com - 26/09/2019, 14:16 WIB
Dio Dananjaya,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kegiatan aksi unjuk rasa yang berlangsung di sejumlah kota besar telah menimbulkan kekhawatiran bagi pengguna jalan. Pasalnya dampak dari demonstrasi mahasiswa dan para pelajar itu membuat pengemudi mobil dan sepeda motor terganggu.

Mulai dari kemacetan panjang, sampai terkena lemparan batu, juga aksi kekerasan yang dilakukan oknum polisi atau perusuh.

Training Director The Real Driving Center (RDC) Marcell Kurniawan menyarankan, bagi pengendara untuk menghindari kerumunan massa jika sudah tahu lokasi yang bakal dilewati tengah berlangsung unjuk rasa.

Baca juga: Ketika Ada Demo, Pengguna Kendaraan Wajib Ikuti Arahan Polisi

Mahasiswa peserta demo masuk dan mencoba memblokade jalan Tol Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).KOMPAS.com/WALDA MARISON Mahasiswa peserta demo masuk dan mencoba memblokade jalan Tol Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).

“Karena banyak demo berujung ricuh yang bisa saja menyebabkan kerugian bagi kita, misalnya terkena batu atau bambu,” ujarnya kepada Kompas.com Kamis (26/9/2019).

Namun bila sudah terjebak dan harus melalui daerah tersebut, Marcell mengatakan ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh pengendara.

Pertama, pastikan berkendara sepelan mungkin saat melewati pendemo. Menurut Marcell, cara ini dilakukan agar kita memiliki waktu serta jarak yang cukup untuk bertindak dan berhenti.

Baca juga: Simak Rekayasa Lalu Lintas di Sekitar Gedung DPR Senayan

Ilustrasi kemacetan JakartaSHUTTERSTOCK Ilustrasi kemacetan Jakarta

“Kemudian selalu waspada dengan pergerakan massa, karena dengan berkumpulnya massa yang banyak, sulit untuk memprediksi gerakan tiba-tiba dari salah satu atau beberapa orang yang bisa saja bersinggungan dengan mobil kita,” katanya.

Ketiga, lebih baik beri jalan dan mengalah kepada massa pendemo. Sebab bila kita bersinggungan dengan salah satu pendemo, dapat memicu massa yang lain, sehingga ada kemungkinan keselamatan kita terancam.

“Karena menurut penelitian, seseorang di dalam kawanna cenderung untuk berperilaku serupa dengan yang lain (flocking behaviour), lebih baik kita yang menghindar,” ucap Marcell.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau