Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Kecelakaan Tol Cipularang, Sopir Sulit Mengendalikan Truk

Kompas.com - 04/09/2019, 07:54 WIB
Stanly Ravel,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Teka-teki tragedi kecelakaan beruntun di Tol Cipularang pada Km 91.200 arah Jakarta, Senin (3/9/2019) lalu, sedikit demi sedikit mulai terungkap.

Dari pemaparan Kasatlantas Polres Purwakarta AKP Ricky Adipratama ketika dikunjungi oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi, menjelaskan, dari hasil temuan sementara diketahui penyebab tabrakan beruntun diakibatkan berasal dari dump truk kedua.

"Kejadian terjadi pada pukul 12.30 WIB, kecelakaan diawali oleh laka tunggal dump truck pengangkut tanah yang dikendarai almarhum Dedi Hidayat, kurang lebih radius 10 meter terjadilah antrean kendaraan karena kecelakaan tersebut, ada 18 kendaraan yang mengantre," ujar Ricky di Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (3/9/2019).

Baca juga: Perbanyak Rambu di Area Rawan Kecelakaan Tol Cipularang

Menurut Ricky, setelah terjadi antrean kendaraan tersebut, selang waktu kira-kira 5 menit dump truck yang dikendarai Subana datang.

Petugas mengevakuasi salah satu kendaraan yang terlibat pada kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 Purwakarta, Jawa Barat, Senin (2/9/2019). Kecelakaan tersebut melibatkan sekitar 20 kendaraan yang mengakibatkan korban 25 orang luka ringan, empat orang luka berat dan delapan orang meninggal dunia.ANTARA FOTO/MUHAMAD IBNU CHAZAR Petugas mengevakuasi salah satu kendaraan yang terlibat pada kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 Purwakarta, Jawa Barat, Senin (2/9/2019). Kecelakaan tersebut melibatkan sekitar 20 kendaraan yang mengakibatkan korban 25 orang luka ringan, empat orang luka berat dan delapan orang meninggal dunia.

Truk ini yang kemudian menghajar 18 kendaraan yang sudah terparkir menunggu evakuasi truk yang pertama.

Dari keterangan Subana, Ricky menjelaskan bila yang bersangkutan mencoba untuk memindahkan gigi dari posisi tinggi ke rendah karena jalan menurun. Sopir mengaku kesulitan untuk mengendalikan laju truk.

Diutarkan Subana, bila tuas transmisi tersebut sulit untuk dipindahkan, begitu juga pedal rem yang dianggap keras.

Pada waktu yang bersamaan, Subana pindah jalur ke kanan (cepat) untuk menghindari minibus yang di jalur lambat, tapi di jalur cepat ada kendaraan minibus yang sedang melaju kencang.

Baca juga: Kecelakaan Cipularang, Bahaya Laten Rem Blong dan Kecepatan Berkendara

"Karena jarak sudah terlalu dekat dan rem tak bekerja dengan baik, akhirnya truk Subana menabrak dua kendaraan, lalu dia membanting setir ke kiri menabrak satu mobil boks putih yang membuat mobil dan kendaraan lainnya tersebut terdorong ke depan dan menabrak rangkaian antrean lainnya," ucap Ricky.

Kasatlantas Polres Purwakarta AKP Ricky Adipratama ketika dikunjungi oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi, Selasa (3/9/2019) Kasatlantas Polres Purwakarta AKP Ricky Adipratama ketika dikunjungi oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi, Selasa (3/9/2019)

"Hasil pemeriksaan yang kami dapat, posisi tuas transmisi terakhir berada di posisi 5, dan jarum speedometer berada menunjukkan angka 50 km lebih. Kami meyakini kecepatan kendaran di atas 50 kpj, karena saat terjadi tabrakan mesin berhenti speed-nya tidak langsung turun," kata dia.

Ricky menjelaskan dari kejadian tersebut, delapan orang meninggal dunia, 28 luka-luka, dan kerugian material diperkirakan mencapai Rp 2 miliar. Sementara untuk mobil yang terbakar ada empat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau