JAKARTA, KOMPAS.com - Fitur berlimpah dan harga terjangkau menjadi modal merek asal China bersaing di pasar otomotif Indonesia. Berlahan namun pasti, banyak konsumen pun yang mulai tergoda dan melirik jajaran produk yang disajikan oleh Wuling maupun DFSK.
Apalagi produk-produk yang ditawarkan bermain sekelas dengan produk asal Jepang, seperti halnya DFSK Glory 560 yang masuk di segmen LSUV dan bertemu dengan Honda BR-V, HR-V, Rush, dan Terios. Dari segi fitu dan harga, jelas Glrory 560 menang telak di antara tiga kompetitor asal Jepang tersebut.
Belum lagi dengan Wuling Almaz yang cukup memiliki modal menggoda konsumen CR-V. Dibanderol dengan harga Rp 318,8 juta, besar kemungkinan konsumen CR-V bisa tergoda menginggat secara harga saat ini CR-V 1.5L turbo dipasarkan sudah cukup tinggi, yakni Rp 478,5 juta.
Baca juga: Setahun, DFSK Klaim Perawatan Glory 560 Cuma Rp 1,9 juta
Menangapi kondisi ini, Direktur Pemasaran dan Layanan Purna Jual Honda Prospect Motor (HPM) Jonfis Fandy, menjelaskan bila harga dari mobil China yang murah tak bisa menjadi patokan bila konsumen Honda langsung tergoda. Apalagi dengan kisaran harga yang terlalu murah, belum tentu nilai jual kembali kendaraannya akan setinggi resale value yang dimiliki produk-produknya.
"Anda beli mobil Rp 200 juta, jualnya nanti jadi Rp 100 juta, saat ingin membeli yang Rp 300 juta, Anda harus tambah RP 200 juta. Efeknya ketika konsumen ingin upgrade ke depan tidak punya kemampuan. Pada intinya tidak menggangu karena konsumenya kan ada segmennya masing-masing," ucap Jonfis kepada wartawan di Jepara, Jawa Tengah, Jumat (3/4/2019).
Lebih lanjut Jonfis menjelaskan, pada umumnya konsumen akan mulai membeli mobil pertama dari yang berukuran kecil dengan harga yang relatif murah. Kondisi ini biasanya dilandasi kemampuan perekonomian, termasuk juga mencari angsuran yang rendah.
Baca juga: Modal Honda BR-V Bertahan di Segmen LSUV
Seiring berjalannya waktu, konsumen akan menjual mobil pertama untuk upgrade yang lebih besar dengan harga lebih mahal. Uang muka yang digunakan tentu saja mengandalkan hasil penjualan dari mobil pertama. Nah, pada tahap ini, akan sangat sulit dilakukan bila konsumen membeli mobil yang harganya murah di awal.
Baca juga: Diserang SUV China, Mitsubishi Bicara soal Aftersales
"Konsumen akan upgrade terus, dengan harapan nanti tua mobilnya jadi besar. Jadi kalau beli murah, ya sama saja bahkan bisa-bisa hilang, karena mobil itu punya minimum," ucap Jonfis.
"Dulu mobil paling murah Rp 100 juta, lima tahun naik paling murah Rp 150 juta yang lumayan volumennya, nanti ke depan naik lagi jadi Rp 200 juta. Kalau Anda beli mobil sekarang Rp 150 juta, nanti dijual bisa jadi Rp 75 juta, lalu Anda mau beli mobil ke depan yang paling murah sudah Rp 200 juta, mau tambah berapa," kata Jonfis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.