JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pembangunan pabrik baterai terbesar di Morowali, Sulawasi Tengah, akan segera terealisasi. Dalam siaran resmi Biro Informasi dan Hukum Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman, dikatakan proses peletakan batu pertama rencananya akan dimulai pada 11 Januari 2019 mendatang.
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan pemerintah menyatakan keseriusannya dalam penggunaan mobil berbahan bakar listrik untuk mengurangi emisi dan ketergantungan bahan bakar minyak (BBM). Luhut juga menjelaskan bahwa baterai menjadi komponen utama dari segala aspek penentu ongkos produksi mobil listrik.
"Mobil listrik kuncinya di baterai, kalau kita sudah bikin murah teknologinya, maka mobilnya listriknya bisa lebih murah. Jadi cost untuk mesin kurang," ucap Luhut dalam keterangan resminya, Jumat (30/11/2018).
Baca juga: Bangun Pabrik Baterai, Indonesia Menolak Hanya Jadi Basis Produksi
Terkait masalah baterai, menurut Luhut Indonesia mememiliki potensi besar untuk membuat baterai litium sendiri. Karena secara bahan baku, Indonesia punya, bahkan Luhut menjelaskan tidak ingin lagi mengeskpor biji nikel seperti yang sebelumnya terjadi.
"Sekarang kita tidak ingin ekspor lagi nikel. Kita berpuluh-puluh tahun ekspor nikel, sekarang kita mau bikin dalam negeri semua dengan turunannya. Nah inilah kelebihan kita, punya baterai ini, di negera lain masih susah," ucap Luhut.
Sebagai bentuk keseriusannya, Luhut mengatakan telah mengimplementasikan dalam bentuk pemberian izin investasi bagi Tsingshan Group sebagai perusahaan stainless steel asal Tiongkok untuk memproduksi baterai litium di Morowali.
Baca juga: Indonesia Bangun Pabrik Lithium Battery Terbesar di Morowali
Seperti diketahui, sejauh ini China dan Jepang telah menginvestasikan dana sebesar 700 juta dolar Amerika Serikat untuk pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik. Menurut Luhut, nilai investasi tersebut untuk membangun pabrik peleburan nikel dengan kapasitas 50.000 ton per tahun.
Sementara ketika ditanya soal tenaga kerja yang akan digunakan, Luhut hanya mengatakan bahwa tidak perlu khawatir. Meski tahap awal menggunakan tenaga ahli yang dibawa dari masing-masing negara, namun nantinya akan ada transfer teknologi.
"Untuk awal, ya kita bolehkan mereka memakai tenaga dari negara tersebut selama maksimal empat tahun, tapi kita minta mereka harus bangun politeknik untuk gantikan tenaga asing itu. Peneliti kita juga kita minta dilibatkan dalam produksi agar ada transfer teknologi," ucap luhut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.