Menelusuri jalan Trans Jawa untuk bertemu sanak saudara di kampung halaman saat mudik lebaran menggunakan kendaraan listrik, saat ini masih sebatas angan-angan. Soalnya, kendaraannya saja belum tersedia, lalu mau naik apa? Kalaupun sudah ada, bagaimana dengan infrastuktur pendukungnya seperti stasiun pengisian listrik umum?
Harap bersabar. Bisa jadi 2019, bukan mustahil impian itu bisa diwujudkan. Paling tidak, bagi pengendara motor bisa mencoba berkendara dengan motor listrik racikan PT Gesits Technologies Indonesia yang rencananya akan diluncurkan pada 17 Agustus 2018. Motor hasil kolaborasi para pengembang dari dalam negeri ini sudah mendapat restu dari para pemangku kepentingan untuk melenggang memenuhi permintaan pasar.
Lantas bagaimana dengan mobil? Titik cerah juga mulai terlihat. Melalui Peraturan Menteri Perhubungan No.33 tahun 2018 yang menggantikan Keputusan Menteri No.9 tahun 2004, Tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor, sudah memasukkan kendaraan listrik sebagai kendaraan yang harus diujikan sebelum melenggang di jalan-jalan Tanah Air.
Terbitnya aturan yang diundangkan pada 24 April 2018 itu, merupakan pengakuan formal bagi keberadaan kendaraan listrik untuk bisa beroperasi di Indonesia.Adanya aturan ini, membuat kendaraan listrik memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) layaknya kendaraan bermotor yang ditenagai motor pembakaran dalam (Internal Combustion Engine/ICE) seperti yang selama ini berseliweran saat mudik Lebaran.
Baca juga: Regulasi Baru Uji Tipe Kendaraan Listrik Resmi Terbit
Dukungan Kebijakan
Nantinya, kita akan disodorkan aneka pilihan kendaraan listrik. Kalau pemain industri otomotif lokal sudah berniat meluncurkan motor listrik, pabrikan otomotif dunia yang berkecimpung di Indonesia juga sudah berancang-ancang untuk menjajakan dagangannya di Tanah Air.Tidak Cuma prototipe tetapi merupakan mobil produksi massal.
Sebutlah Nissan dengan Note e-power, Mitsubishi dengan Outlander PHEV (Plug in Hybrid Electric Vehicle), Mercedes dengan E360 electric dan sejumlah pabrikan lain. Dalam dua tahun belakangan ini, mereka memperkenalkan mobil-mobil listrik kepada khalayak ramai di ajang-ajang pameran otomotif Indonesia.Tak tanggung-tanggung, mereka juga memberikan pengalaman berkendara kepada para pejabat kementerian terkait.
Memberikan pengalaman berkendara memang cara marketing yang selalu digunakan dalam pemasaran kendaraan. Begitu pengendara merasakan perbedaan yang menyenangkan, saat itupula timbul keinginan untuk memiliki kendaraan itu.Terlepas dari hal itu, tampaknya pemerintah saat ini memberi lampu hijau agar kendaraan listrik bisa berkembang di Tanah Air.
Maka, dua hari setelah diundangkan Permenhub No.33/2018, pemerintah mengumumkan akan memberikan sejumlah insentif bagi kendaraan listrik. Tercatat, sedikitnya ada 7 insentif yang akan diberikan oleh pemerintah untuk mendorong hadirnya kendaraan listrik ini, yaitu Pertama adanya Relaksasi persyaratan; Kedua, Pengurangan hingga pembebasan pajak, di antaranya dalam bentuk Tax Allowance.
Kemudian, ketiga Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP); Keempat diberikan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE); kelima, bagi perusahaan yang akan mengimpor diberi kemudahan impor menggunakan skema Completely Knock Down-Incompletely Knock Down; Keenam dalam sector pajak, rencana potongan penghasilan kena pajak untuk perusahaan yang melakukan kegiatan vokasi buat meningkatkan Sumber Daya Manusia; dan Ketujuh Super tax deduction untuk industri yang melakukan kegiatan research, design, dan development.
Baca juga: Daftar Insentif Buat Produsen Mobil Listrik di Indonesia
Adanya insentif-insentif itu merupakan ‘jendela’ masuknya kendaraan listrik di Indonesia semakin terbuka lebar.Hal ini sejalan dengan studi Global EV Outlook 2017 yang dilakukan The International Energy Agency bekerjasama dengan negara-negara penginisiasi kendaraan elektrik -Electric Vehicle Initiative (2017: 13) dukungan kebijakan dari pemerintah merupakan salah satu katalisator utama bagi perkembangan populasi mobil berbasiskan tenaga listrik. Dukungan aturan yang merujuk pada regulasi ambang batas emisi, adanya insentif pajak, serta dukungan kemudahan bea dan tariff yang dikenakan, bisa secara langsung mendorong harga-harga mobil bertenaga listrik menjadi lebih terjangkau oleh konsumen.
Contohnya ketika salah satu importir mobil swasta di Indonesia menghadirkan Tesla Model X75D tahun lalu di ajang pameran kendaran bermotor di Indonesia. Ketiadaan regulasi yang mengatur mengenai mobil listrik pada saat mobil itu datang, menjadikan banderol yang diterakan sebesar Rp2,6 miliar. Harga sebesar itu bisa mendapatkan dua Mercedes Benz C300 Cabriolet AMG Line yang dibanderol Rp1,319 mililar per mobilnya. Padahal, bila mendapat insentif seperti yang sudah dicanangkan pada tahun ini, bisa jadi harga mobil itu akan setara dengan Mercedes Benz C300 Cabriolet AMG Line.
Namun, insentif dalam hal keuangan, hanyalah salah satu yang harus diberikan bila ingin pasar kendaraan listrik berkembang pesat. Secara garis besar, menurut studi IAE, kebijakan yang bisa mendorong berkembangnya mobil listrik terbagi dalam empat kelompok besar: Pertama, kebijakan yang mendukung terhadap riset dan perkembangan (research & development) tertutama dalam pencarian inovasi-inovasi baru.
Kedua; kebijakan yang berorientasi pada aturan yang mendukung target pencapaian produsen (dalam hal produksi untuk mencapai skala ekonomi produksi); Ketiga, dukungan kebijakan dalam hal insentif keuangan (bisa berupa pengurangan pajak maupun hal-hal lain misalnya dalam bunga kepemilikan mobil bagi konsumen); Lalu kelompok keempat adalah hal-hal lain yang mendukung lingkungan tempat berkembangnya mobil listrik itu. Misalnya dengan menciptakan regulasi untuk kota cerdas (smart city) yang didalamnya menekankan salah satu pilar penilaiannya adalah smart energy.
Wujud kota cerdas sendiri merupakan habitat yang subur bagi pertumbuhan kendaraan listrik. Di Indonesia, sejumlah institusi kini juga berlomba-lomba untuk melakukan inisiatif adanya kota cerdas itu. Paling tidak, dalam dua tahun belakangan Program ini diinisiasi Kementrian Komunikasi dan Informatika yang didukung Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan, kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementrian Pendayaan Aparatur Negara, Bappenas, serta Kantor Staf Kepresidenan, membuat gerakan 100 Smart City pada tahun 2018.