KOMPAS.com - Sungai mengalir di antara pepohonan rindang yang menjadi tempat burung-burung bertengger dan berkicau.
Pemandangan tersebut dinikmati di atas perahu yang mengalir di atas sungai dengan air jernih biru kehijauan, dan pada akhirnya bemuara di sebuah gua bernama Boki Moruru.
Suguhan alam dengan rasa surgawi ini dirasakan oleh tim Terios 7-Wonders dengan tiga SUV mereka di Maluku. Namun, semua itu baru bisa diperoleh setelah menempuh perjalanan yang sepertiganya berupa tanah di kawasan hutan.
Tim berangkat pada Minggu (16/7/2017) pagi dari tempat persinggahan kedua mereka, di Sofifi, setelah sebelumnya berada di Ternate menelusuri berbagai tempat di sekitaran Gunung Gamalama, melihat Batu Angus, perkebunan cengkeh tua, dan melaut bersama nelayan untuk merasakan hujan ikan di dekat Pulau Hiri.
"Butuh waktu 4-6 jam perjalanan dari Sofifi atau setara dengan 160 kilometer. Dari Sofifi hingga Weda sekitar 101 kilometer. Perjalanan menantang justru selepas Weda menuju Desa Sagea," ujar Toni, salah satu anggota tim ekspedisi ini.
Trek menuju Gua Boki Moruru di Desa Weda melalui kawasan hutan Halmahera Tengah yang bertanah.
Jalan yang masih alami ini juga berbukit sehingga Terios yang memakai mesin 1.495 cc bisa memberikan tarikan yang langsung penuh karena punya camshaft ganda (DOHC) di mesinnya, tetapi tertata komputer karena valve-nya bisa diatur secara elektrik (VVT-i).
Tanah yang berarti menyisakan serpih juga membuat SUV tim tidak kadung tergelincir karena sudah pakai rem ABS. Oleh karenanya, jalan semi-offroad yang tersisa sejauh 59 kilometer hingga Desa Sagea bisa dicapai.
Cerita putri hanyut dan nenek moyangnya
Tim akhirnya tiba di Desa Sagea setelah berjibaku melibas area tanah dan hutan di kawasan Halmahera Tengah.
Mereka lantas bergegas mempersiapkan bekal menuju Gua Boki Moruru dengan menyusuri Sungai Sageyen.
Ribun pepohonan, kicauan burung, serta jernihnya air sungai menyambut tim menuju mulut gua.
"Boki Moruru berarti putri yang menghanyutkan diri. Menurut hikayat dahulu kala, di Sungai Sageyen ditemukan seorang putri dari Tidore, tengah mandi dan menghanyutkan diri mengikuti arus ke hilir sungai," ujar pemandu tim, Ali Mahmud.
Sayang, tidak dijelaskan betul silsilah putri Tidore tersebut keturunan dari raja siapa, dan berkuasa sejak kapan. Meski demikian, legenda ini terus berkembang di masyarakat.
Buaian sungai dan kehijauan di sekitarnya membawa tim sampai di muka Gua Boki Moruru. Mereka langsung mengabadikan bentangan alam gua yang berpadu dengan aliran Sungai Sageyen.
Masuk ke dalam gua, gelap gulita langsung menyergap. Stalaktit dan stalakmit terlihat dengan berbagai bentuk.
Satu di antaranya menyerupai “orang yang sembahyang” atau lebih dikenal dengan “Batu Sembahyang”.
"Menurut legenda setempat, inilah asal mula nenek moyang Sagea, La Salama," ujar Ali.
Memang jika diperhatikan, ada banyak bentuk batu yang bisa dengan mudah diinterpretasikan sebagai bentuk makhluk hidup.
Tidak hanya batu yang berbentuk menyerupai manusia, tetapi ada pula binatang, dan bentuk-bentuk lainnya. Semuanya pun berdiri di antara pilar-pilar gua.
Oleh karenanya, bagi yang belum pernah merasakan indahnya bagian perut bumi semacam ini, mereka mungkin seakan berada di dunia yang berbeda.