JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyatakan, industri otomotif Indonesia kini menghadapi tantangan besar yang dapat mengancam posisinya di ASEAN.
Kondisi ini dipicu oleh melambatnya daya beli masyarakat akibat dinamika ekonomi dan politik sehingga penjualan mobil diprediksi tidak akan mencapai target 1 juta unit, tetapi hanya 850.000 unit.
Untuk itu, dorongan dari pemerintah, baik secara fiskal maupun non-fiskal, sangat diperlukan. Salah satunya adalah pemberian insentif pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) seperti yang diterapkan pada masa pemulihan pasca-pandemi.
Baca juga: Kemenperin Usul Teknologi Hybrid Dimasukkan ke Segmen LCGC
"Berdasarkan riset kami, sekitar 10 juta orang turun dari kelas menengah. Ini sangat memprihatinkan," ujar Kukuh di Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Kondisi ekonomi Indonesia, yang diprediksi hanya akan tumbuh 5 persen lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang 6 persen, memberikan dampak langsung pada daya beli masyarakat dan penjualan mobil.
Bahkan, jika pertumbuhan ekonomi turun menjadi 4 persen, Kukuh menyatakan, penurunan ini akan semakin mempengaruhi pasar otomotif.
"Dari pengalaman kami pada 2021, program insentif PPnBM DTP berhasil meningkatkan penjualan meskipun sempat mengurangi pendapatan pemerintah sekitar Rp 3 triliun," kata Kukuh.
Meski ada kerugian jangka pendek, peningkatan penjualan mobil memberikan dampak positif dengan potensi keuntungan mencapai 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa insentif bisa menjadi langkah efektif untuk mendorong pertumbuhan industri otomotif.
Baca juga: Lindungi Konsumen, Pemerintah Kawal Ketat Impor Mobil Listrik
Malaysia menjadi contoh yang menarik dalam hal ini. Negara tetangga berhasil mempertahankan kebijakan insentif perpajakan mereka, yang terbukti meningkatkan penjualan.
Pada Januari-September 2024, Malaysia berhasil mencatatkan penjualan 594.037 unit, pencapaian yang belum pernah tercatat sebelumnya.
"Mereka bahkan berhasil mengalahkan Thailand, yang mengalami penurunan signifikan. Keberhasilan Malaysia ini menunjukkan pentingnya kebijakan yang tepat untuk mendorong daya beli dan menjaga stabilitas pasar otomotif," kata Kukuh.
"Saat Indonesia sedang mengalami gejolak dan target tahunannya diturunkan menjadi 850.000 unit, Malaysia justru terus meningkat. Mereka berpotensi menjadi nomor satu di ASEAN," lanjut dia.
Berdasarkan data Asean Automotive Federation, selama sembilan bulan pertama 2024, penjualan mobil Indonesia tercatat 633.218 unit, hanya sedikit lebih tinggi dari Malaysia yang mencatatkan 594.037 unit.
Baca juga: Alasan Pemerintah Belum Kasih Insentif Tambahan Hybrid Sudah Jelas
Indonesia mengalami penurunan penjualan sebesar 16,2 persen dibandingkan tahun lalu, sedangkan Malaysia hanya turun 3,9 persen. Penurunan ini menunjukkan bahwa Malaysia lebih mampu beradaptasi dengan kondisi pasar yang sulit.
Berikut daftar penjualan mobil di ASEAN (Jan-Sep 2024):
1. Indonesia: 633,218 unit
2. Malaysia: 594,037 unit
3. Thailand: 438,303 unit
4. Filipina: 344,307 unit
5. Vietnam: 225,583 unit
6. Singapura: 37,988 unit
7. Myanmar: 3,266 unit