JAKARTA, KOMPAS.com – Kecelakaan berulang di Tol Cipularang menjadi fenomena yang mengkhawatirkan bagi pengendara dan pihak berwenang.
Dari beberapa temuan fakta hasil olah TKP yang dilakukan oleh kepolisian, dapat diketahui bahwa kecelakaan yang terjadi pada Senin, 11 November 2024, sekitar pukul 15.00 WIB di Km 92 itu lebih disebabkan karena human error.
Untuk mengatasi hal ini, pengemudi harus diajak untuk lebih disiplin dalam berkendara, terutama dalam menjaga kecepatan dan mematuhi peraturan yang ada di tol.
Baca juga: Isuzu Panther Lawas Pakai Pelek Spinner, Jadi Sorotan Netizen
Termasuk dalam pemeriksaan kendaraan sebelum melakukan perjalanan. Hal ini menjadi standar penting untuk menghindari kecelakaan yang disebabkan oleh kerusakan teknis kendaraan.
Oleh sebab itu, keberadaan sekolah khusus sopir sudah mendesak untuk diadakan. Khususnya sekolah mengemudi buat pengemudi angkutan umum maupun barang
Terlebih, sopir memainkan peran yang sangat vital dalam dunia logistik dan transportasi, membawa barang-barang yang diperlukan untuk kelangsungan hidup perekonomian.
Baca juga: Polisi Ungkap Alasan Truk Sering Masuk Lajur Kanan Jalan Tol
“Pilot, nahkoda dan masinis ada sekolahnya dan wajib bersekolah dulu,” ujar Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat, dalam keterangan tertulis, Jumat (15/11/2024).
“Akan tetapi sopir angkutan darat (mobil, bus, dan truk) tidak ada sekolahnya dan tidak melewati pendidikan dan latihan (Diklat),” kata dia.
Baca juga: MG Pakai Baterai Lokal, Harga Mobil Listrik Bakal Turun?
Menurutnya, untuk dapat mengendarai bus dan truk cukup melalui pemagangan menjadi kernet, dimulai dari markir kendaraan dan cuci kendaraan.
“Setelah bisa markir kendaraan, kemudian mencoba menjalankan truk/bus dalam jarak terbatas, dan seterusnya. Cara ini harus segera diakhiri,” ucap Djoko.
“Kementerian Perhubungan bersama Polri saling berkoordinasi dapat memulai membuat Sekolah Mengemudi untuk calon pengemudi angkutan umum,” ujarnya.
Baca juga: Strategi Menekan Angka Kecelakaan di Tol Cipularang
Kehadiran sekolah khusus pengemudi, menurut Djoko, sesuai amanah Pasal 77 (ayat 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.
Setelah ada sekolah mengemudi untuk calon pengemudi truk dan bus, maka semua calon pengemudi wajib mengikuti sekolah mengemudi dulu sebelum memperoleh SIM (Surat Ijin Mengemudi).
Baca juga: Pertimbangan Membeli Mobil Bekas untuk Penggunaan Jangka Panjang
“SIM hanya dapat diberikan kepada mereka yang sudah lulus mengikuti sekolah mengemudi,” kata Djoko.
Sedangkan bagi mereka yang sudah punya SIM dan selama ini sudah menjalankan truk, wajib mengikuti Diklat minimal satu minggu untuk memahami aspek keselamatan dan perilaku berlalu lintas yang beradab.
“Tentu semua biaya dari negara, karena pengemudi angkutan umum tentu tidak punya uang,” ucap ujar Djoko.
Baca juga: Kata BYD soal Denza D9 yang Tertangkap Kamera Seliweran di Jalan
Djoko menambahkan, karena harus melewati sekolah mengemudi secara formal, maka batas pendidikan minimum dan usia calon pengemudi angkutan umum (bus/truk) juga harus ada.
Ia mencontohkan, Perda DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, telah menetapkan calon pengemudi angkutan umum minimal berusia 22 tahun dan berpendidikan minimal SMTA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.