Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Mobil Mahal, Indonesia Harus Belajar dari Thailand

Kompas.com - 25/07/2024, 20:11 WIB
Gilang Satria,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi


TANGERANG, KOMPAS.com - Sejak 2013 penjualan mobil baru di Indonesia mengalami stagnansi. Artinya sudah satu dekade penjualan mobil terpaku pada angka kurang lebih pada 1 juta unit.

Agus Purwadi, peneliti otomotif dan Akademisi ITB Bandung, mengatakan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mendongkrak penjualan mobil salah satunya berkaca pada Thailand.

Baca juga: Daftar Diskon Mobil Listrik di GIIAS 2024, Lexus Diskon Rp 520 Juta

Saat ini di Indonesia mobil murah diwakili oleh mobil segmen low cost green car (LCGC). Namun dalam perkembangannya sejak hadir pada 2013 harga mobil LCGC merangkak naik.

Agya GR SportKompas.com/Nanda Agya GR Sport

Kenaikan harga tersebut membuat masyarakat di kelas menengah makin sulit menjangkau mobil baru. Sedangkan di sisi lain, kenaikan harga itu terjadi karena instrumen pajak yang tinggi.

Agus menyebut, perbedaan pajak di Indonesia dan Thailand cukup tinggi. Untuk mobil bahan bakar konvensional pajak di Indonesia mencapai 40 persen sedangkan di Thailand hanya 32 persen.

“Sebetulnya kalau in terms of domestic market, no question harusnya kita (lebih) unggul. Harusnya (penjualan mobil kita) bisa di atas sejuta (unit). Syaratnya kita harus buat produk yang bisa terjangkau oleh kita,” ujar Agus di Tangerang, Kamis (25/7/2024).

Baca juga: Ada Pembebasan Tarif Impor, Gaikindo Sebut Kebijakan Mobil Listrik Masih Adil

“Makanya industri diminta kompetitif, jelas. Tapi di satu sisi, mobil itu kan lebih 40 persen di luar harga mobil kan, nah itu kan masih bisa dielaborasi (instrumen pajaknya),” ujar Agus.

Suzuki XL7 di GIIAS 2024Dok. SIS Suzuki XL7 di GIIAS 2024

Baca juga: Toyota Pamerkan Sistem Infotainment Baru, Bisa Cek Kondisi Lalu Lintas

Agus mengatakan, mobil jangan jadi mesin yang justru menguras kantung. Sebaliknya, jika harga mobil terjangkau dan orang mampu beli mobil maka ekonomi akan meningkat.

“Jadi mobil tidak jadi (mesin) ATM gitu. Harusnya mobil itu alat transportasi. Kalau alatnya makin baik, makin efisien harusnya ekonominya makin kompetitif,” ujar Agus.

“Menurut saya kita benchmarking saja, kenapa Thailand bisa, sudah terbukti, dia mengenakan (pajak) berapa. Masalahnya, di kita itu kendaraan jadi pemasukan Pemda dan pusat, dengan perpajakan yang banyak strukturnya,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau