Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transisi Kendaraan Listrik Global Makin Cepat, Indonesia Harus Tanggap

Kompas.com - 14/09/2023, 18:01 WIB
Ruly Kurniawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses transisi kendaraan konvensional ke kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau electric vehicle (EV) secara global bergerak semakin cepat dengan pangsa pasar yang sudah melampaui titi kritis, yakni 5-10 persen.

Berdasarkan data Bloomberg yang dibagikan Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, laju pertumbuhan tersebut sangat terasa mulai periode 2018/2019, di mana terjadi peningkatan pangsa pasar dari 2,6 persen menjadi 4,2 persen.

"Pada tahun lalu, sekarang sudah mencapai 14 persen. Cepat sekali pertumbuhannya dan ini akan terus laju karena sudah mencapai titik kritis," ucap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam seminar Nasional IKAXA 2023 di Jakarta, Kamis (14/9/2023).

Baca juga: Pajak Impor Mobil Listrik Difinalisasi, Luhut Bahas Soal BYD

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan di Seminar Nasional IKAXA 2023 di Jakarta, Kamis (14/9/2023).KOMPAS.com/Ruly Kurniawan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan di Seminar Nasional IKAXA 2023 di Jakarta, Kamis (14/9/2023).

Oleh karena itu, Indonesia perlu untuk melakukan akselerasi serupa supaya tak tertinggal dan pada akhirnya hanya menjadi pasar saja. Mengingat, otomotif Tanah Air merupakan yang terbesar di kawasan ASEAN.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, total penjualan mobil nasional pada 2022 sudah mencapai level 1.048.000 unit, di atas Thailand (849.000 unit) maupun Malaysia (720.000 unit).

Sementara untuk penjualan sepeda motor, lebih drastis lagi dengan selisih hingga 2 juta lebih dari pesaing terdekat, Vietnam. Di mana, Indonesia berhasil menjual sekitar 5.221.000 unit.

"Kalau dilihat dampak industri otomotif itu ada Rp 70 triliun nilai ekspor. Kalau kita tidak ikut transfer ke EV, keuntungan tesebut akan hilang. Kemudian juga sumbangan terhadap PDB sekitar 4 persen, FDI kita Rp 22 triliun, dan melibatkan 1,5 juta tenaga kerja," kata Luhut.

Baca juga: Mobil Listrik Nasional Akan Mulai Diproduksi 2025

Ilustrasi kendaraan listrik, mobil listrik. SHUTTERSTOCK/GUTEKSK7 Ilustrasi kendaraan listrik, mobil listrik.

Berbicara potensi, Luhut mengatakan sebenarnya Indonesia memiliki segalanya. Sekarang itu persoalan yang paling krusial ialah bagaimana untuk mengolah semua sumber daya yang ada baik dari manusia sampai alam.

"Sekarang itu penjualan kendaraan listrik baru 1 persen. Kalau diakumulasi 5-10 persen (pada titik kritis), itu bisa jalan sendiri tanpa harus kita kejar (berikan dorongan). Di China, sekarang sudah 29 persen, Eropa 21 persen, Amerika Serikat 6 persen, Thailand 4 persen," kata dia.

"Hanya dengan pengembangan industri EV dalam negeri, Indonesia bisa merealisasikan eksternalitas positif dan mencegah risiko berkurangnya PDB dan lapangan pekerjaan akibat transisi industri otomotif," tambah Luhut.

Baca juga: Luhut Sebut Indonesia Mau Bikin Mobil Listrik Nasional, Gandeng Geely

Diketahui, Luhut merupakan narasumber kunci pada Seminar yang digelar Ikatan Alumni SMA Xaverius 1 Palembang (IKAXA). Acara ini digelar di Puri Agung Convention Hall, Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta.

"Merupakan suatu kebanggaan bagi kami dapat menyelenggarakan seminar nasional yang relevan dengan perkembangan teknologi saat ini. Seminar ini sebagai sarana untuk berbagai pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman mengenai kendaraan listrik," kata Ketua Umum IKAXA, Agus Jayadi Alwie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau