Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia wilayah Jakarta Anna Surti Ariani, mengatakan, tingginya emosi seorang pengemudi bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kurangnya edukasi terhadap aturan lalu lintas, atau kondisi psikologis.
Nina sapaannya, mengatakan dari kacamata psikologi ada cara sederhana yang bisa dilakukan untuk mengendalikan emosi saat sedang berkendara di jalan raya. Ada manajemen diri yang bisa dilakukan oleh pengemudi sebelum bereaksi terhadap suatu kejadian di jalan raya.
Baca juga: Bisa Semua Merek, Ini Syarat Kredit Motor Listrik di Pegadaian Syariah
"Yang bisa kita sampaikan secara singkat-padat, kalau ada kejadian tertentu, jangan langsung bereaksi. Tunda dulu reaksi kita. Cara menundanya itu, antara lain, yang tercepat adalah dengan menarik napas panjang," ucap Nina saat dihubungi Kompas.com belum lama ini.
Nina melanjutkan, ada kondisi atau stimulus tertentu yang memancing emosi negatif pengemudi dan membuatnya langsung bereaksi terhadap hal tersebut. Jika pengemudi bisa berhenti sejenak sebelum bereaksi, ini akan memberikan kesempatan untuk pengemudi tersebut berpikir jernih.
"Maka kita jadi mengaktifkan kemampuan berpikir rasional kita. Dan ketika kita bisa mengaktifkan kemampuan berpikir rasional kita, yang terjadi kita tidak reaktif tapi jadi berpikir, respon apa yang akan kita lakukan," ucap Nina.
Baca juga: Produksi Mobil Suzuki Indonesia Tembus 3 Juta Unit
Reaksi dan respon, merupakan dua hal yang berbeda. Jika reaksi cenderung spontan, respon merupakan sesuatu yang dipikirkan terlebih dulu.
Langkah termudah untuk tidak terlibat pertengkaran di jalan adalah dengan menunda reaksi dan menarik napas dalam sampai tenang, kemudian memikirkan jalan keluar lain yang bisa diambil.
Misalkan, ketika bersenggolan dengan kendaraan umum, pengemudi bisa mengambil jalan lain seperti mencatat pelat nomor atau memotret kemudian melaporkan ke pihak terkait, ketimbang harus berkonflik di jalan yang justru berakhir merugikan kedua pihak.
"Misalnya, saya akan catat nomor bus-nya, catat jamnya atau memotret kejadiannya, misalnya. Kemudian kita laporkan. Itu lebih matang," ucap Nina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.