Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Kemacetan, Jangan Andalkan Ganjil Genap

Kompas.com - 04/06/2021, 14:41 WIB
Dio Dananjaya,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Volume lalu lintas di Jakarta yang mulai padat dibandingkan saat masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB), disebut-sebut terjadi karena kebijakan ganjil genap yang belum berlaku lagi.

Berlakunya ganjil genap dinilai juga bisa membatasi mobilitas masyarakat yang ingin bepergian di Ibu Kota, sebagai upaya mengurangi penyebaran Covid-19.

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Muhammad Halley Yudhistira, mengatakan, kebijakan ganjil-genap berpotensi menurunkan kemacetan, namun dalam jangka panjang perlu kebijakan yang lebih komprehensif.

Baca juga: Cara Pengemudi Mengetahui bila Ada Copet di Busnya

"Jangan sampai kita over-expectation terhadap ganjil-genap,” ujar Yudhis, dalam webinar yang diselenggaran Dewan Transportasi Kota Jakarta (2/6/2021).

“Karena ada beberapa kebijakan juga yang membuat orang menjadi over-expectation sehingga menjadikan obat yang cespleng (manjur, Red)," kata dia.

Yudhis mengatakan, berdasarkan studi yang dilakukannya ditemukan bahwa gage memang menurunkan volume lalu lintas namun angkanya tidak besar, sekitar 3-4 persen dan cenderung lebih besar saat akhir pekan.

Baca juga: Ini Alasan Kenapa Sepeda Motor Pakai 2 Kabel Gas

"Saya tekankan di sini adalah bahwa ketika ada gage kita juga perlu pertimbangkan, bahwa ketika ada penurunan yang cukup sedikit terhadap pengguna TransJakarta atau malah enggak ada," ucap Yudhis.

Dia menduga penyebabnya warga masih banyak yang mengakali aturan supaya tetap bisa melintas pakai kendaraan pribadi di wilayah perluasan ganjil-genap.

Misalnya dengan punya mobil berpelat ganjil dan genap, memanfaatkan kelonggaran jalan, dan melintasi jalur-jalur alternatif sehingga hanya memindahkan kemacetan saja.

Baca juga: Toyota Segarkan Tampilan Alphard dan Vellfire, Segini Harganya

Yudhistira turut membandingkan kota lain seperti Singapura misalnya sudah menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) menurunkan volume sebesar 15 persen. Kemudian di London dengan congestion charging juga turun 15 persen.

"Pertanyaannya kok kira-kira kita tidak turunnya (volume lalu lintas) sebesar itu? Hipotesis kami karena memang secara size penduduk Jakarta 10 juta di sensus terakhir, ini bahkan di tahun 2010, dan konteks Jakarta tidak bisa dilepaskan dari bodetabek size-nya kurang lebih 27 sampai 28 juta," tuturnya.

Menurut Yudhis, Jakarta jangan mengandalkan dengan kebijakan ganjil-genap. Transportasi umum perlu didorong sebagai alternatif transportasi dari penggunaan kendaraan pribadi.

Kemudian beragam alternatif seperti congestion charging, perlu didorong, serta implementasinya perlu dipercepat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
buat gedung2 parkir yang besar di bbrp titik, di situ disiapkan penyewaan sepeda/yang sudah punya bisa gowes sendiri, jadi daerah perkantoran ga gitu banyak mobil/motor. hehe. boleh saja bawa mobil/motor lewat daerah itu, tp bayar e-money dulu misal 25-50rb sekali lewat utk mobil pribadi :-d


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau