Musim lalu, tim yang menggunakan mesin Mercedes memperoleh 1.174 poin dari 1.919 poin yang disediakan atau 61 persen poin di luar gelar juara dunia konstruktor dan pebalap.
Belum lagi ada back up yang cukup mumpuni di belakang Manor, di antaranya Nicolas Tombazis, pakar aerodinamika yang pernah malang melintang di Ferrari dan McLaren dan dipercaya menjadi chief aerodynamocist.
Pat Fry yang sempat membuat heboh saat melahirkan active suspension di McLaren direkrut oleh Manor F1 sebagai engineer consultant. Ada pula Dave Ryan, si jagoan strategi balapan, menjadi race director di tim Rio Haryanto.
Semua itu dilakukan demi mulusnya adaptasi engine baru dengan paket aerodinamika yang dirancang tim Manor F1.
Dari sisi Rio Haryanto, pengalaman tiga musim kompetitif terus-menerus di GP 2, defensive driving style, dan kesabaran Rio bisa jadi modal utama, bahkan Manor sengaja menyiapkan David Coulthard sebagai mentornya.
Jadi, hal yang wajib dilakukan Rio Haryanto hanya satu, kalahkan team mate-nya di Manor. Jangan bebani target Rio yang muluk-muluk.
Performance tim Manor F1 tidak bisa dibandingkan dengan tim papan atas. Dengan membandingkan Rio Haryanto dan team mate-nya Pascal Wehrlein, berarti kita membandingkan dengan kondisi yang sama, kondisi yang lebih fair.
Apabila Rio mempunyai performance lebih baik dari team mate-nya, bukan tidak mungkin tim papan tengah atau papan atas akan melirik potensi Rio Haryanto.
Cukup lama saya bermimpi Indonesia mempunyai wakil di ajang Formula 1 sehingga perasaan yang dalam itulah ternyata yang membuat air mata saya mengalir. Saya rela kembali menitikkan air mata melihat apa yang akan dilakukan oleh Rio Haryanto demi Merah Putih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.